Lubuk Basung, Sumbar (ANTARA News) - Sekitar 20 ton ikan milik petani Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mati mendadak akibat keracunan sulfur (tubo belerang) pascagempa bumi dan angin kencang yang terjadi Selasa (27/9).

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Agam, Ermanto di Lubuk Basung, Kamis, mengatakan 20 ton ikan yang mati dengan jenis nila ukuran siap panen milik enam petani KJA di Jorong Padang Alai dan Jorong Ambacang, Nagari Koto Malintang, Kecamatan Tanjung Raya.

"Ikan ini mati pada Rabu (28/9) sore, setelah gempa bumi dan angin kencang melanda daerah itu pada Selasa (27/9)," katanya.

Akibat kematian ini, petani mengalami kerugian sekitar Rp380 juta karena harganya Rp19.000 per kilogram.

Agar petani tidak mengalami kerugian cukup banyak, pihaknya mengimbau agar petani memanen ikan secara dini, mengurangi pemberian pakan dan lainnya.

Bangkai ikan yang mati akan diolah menjadi tepung oleh Kelompok Tepung Tan Melayu di Nagari Koto Malintang.

"Anggota kelompok akan mengumpulkan bangkai ikan di permukaan Danau Maninjau, setelah itu dijemur dan diolah menjadi tepung," katanya.

Ia mengakui, kematian ikan ini merupakan yang keempat kali pada 2016, karena pada Januari juga terjadi kematian ikan sekitar 50 ton, pada Maret sekitar 300 ton, pertengahan Agustus sekitar 3.100 ton, 28 September sekitar 20 ton.

Salah seorang petani, Nazirudin mengatakan, kematian ikan ini akibat tubo belerang, karena sebelum kematian ikan ini, daerah itu digoncang gempa sebanyak dua kali dan disertai angin kencang.

Beberapa jam setelah gempa bumi dan angin kencang, danau mengeluarkan bau belerang, sehingga ikan di keramba jaring apung mencari oksigen ke permukaan.

Dua jam setelah ikan mencari oksigen ke permukaan, ikan tersebut mati mendadak dan termasuk ikan miliknya.

"Ikan saya mati sekitar tiga ton dan pada Agustus ikan saya juga mati sekitar delapan ton. Kematian ikan ini murni akibat tubo belerang," katanya yang juga Wali Nagari Koto Malintang.

Pewarta: Altas Maulana
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016