kalau itu terjadi maka bangsa ini akan pecah dan kita tidak mau itu terjadi
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai amendemen UUD 1945 harus berdasarkan kepada konsensus nasional dan bukan hanya berdasar pertimbangan praktis sehingga tidak memicu sengketa dan perpecahan bangsa.

"Jangan sampai amendemen itu menjadi sengketa karena kalau itu terjadi maka bangsa ini akan pecah dan kita tidak mau itu terjadi," kata dia di DPR, Jakarta, Kamis.

Kemarin (5/10),  Musyawarah Kerja Nasional I Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merekomendasikan amendemen UUD 1945 dengan mengubah klausul pada Pasal 6 ayat (1) tentang syarat calon presiden.

"Rencana amendemen konstitusi kelima harus diikhtiarkan dan didudukkan dalam bingkai penegasan komitmen kebangsaan sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa," kata Ketua Steering Committee Mukernas I PPP Ermalena saat itu.

Menurut Ermalena, amendemen kelima harus berorientasi pada koreksi dan penyempurnaan atas rumusan yang ada dan PPP ingin menambahkan kata "asli" dalam rumusan itu.

Namun hari ini Fahri Hamzah menyatakan amandemen semestinya tidak sesederhana itu, apalagi untuk menyetujui amendemen atau tidak harus dilakukan lewat referendum.

Fahri mengatakan ada tahapan dalam amendemen meskipun DPR, MPR atau DPD dapat mengusulkan amandemen konstitusi.

Dia tidak percaya ada amendemen konstitusi sebelum presiden mengambil inisiatif dan meyakinkan bahwa itu baik untuk semua elemen bangsa.

Fahri menegaskan, segala usul amandemen u harus masuk menjadi satu bahan kajian yang komprehensif.

Ia sendiri mengusulkan amendemen kepada tiga poin berikut, yakni memperkuat sistem perwakilan atau kamar legislatif, memperkuat kamar eksekutif dan menghapus kewenangan legislasi dari presiden dan menambah kewenangan hak veto serta hak prerogatif Presiden.

"Lalu independensi yudikatif, agar dibuat semakin independen, khususnya agar jaksa agung menjadi jaksa negara sehingga tidak menjadi jaksa pemerintah," kata Fahri.

Fahri menilai apabila yudikatif lebih independen maka jaksa bisa menuntut kabinet kalau ada masalah, dan saat ini mengapa nengeri ini membutuhkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena korupsi juga terjadi di dalam kementerian sehingga kalau melibatkan menteri, jaksa agung tidak berani mengusutnya.

Dia menyarankan ada pembahasan lebih mendalam sehingga usul amendemen itu tidak perlu terburu-buru dan bangsa ini tidak menyesal.




Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016