Jakarta (ANTARA News) - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand) Padang, Saldi Isra, mengatakan mencuatnya isu perombakan kabinet (reshuffle) diindikasikan dipengaruhi dua hal, pertama ingin ada perbaikan kinerja kabinet pemerintahan sekarang dan kedua adanya target politis. "Mungkin ada orang partai yang mau mendorong dan segala macam. Tapi, saya melihat dorongan harus dimaknai oleh Presiden sebagai orang yang ingin melihat kinerja kabinet lebih baik dari hari ini," kata Saldi, usai menghadiri peluncuran buku Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie berjudul "Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi", di Hotel Santika, Jakarta, Selasa malam. Saldi menegaskan sebetulnya Presiden harusnya bersyukur dan berterima kasih pada orang yang mendesak reshuffle, karena orang tersebut menginginkan kabinet pemerintahan sekarang lebih baik. Menurut Saldi, reshuffle dapat dilakukan karena faktor umur dan bagi mereka yang dianggap merusak citra Presiden, karena tidak sesuai dengan agenda pemberantasan korupsi. "Kalau reshuffle hari ini, ditujukan kepada orang-orang yang dianggap sudah tua tidak cukup. Tapi, harus dicari orang kabinet yang kemudian punya keterkaitan hukum serius," katanya. Sejumlah orang yang dimaksud Saldi di antaranya Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin karena terlibat kasus pencairan dana Tommy Soeharto serta kasus KPU yang belum tuntas. Kabinet lainnya, tambah Saldi, adalah Mendagri M.Ma`ruf, karena Mendagri harus bertanggung jawab atas lahirnya PP 37 tahun 2006. Disinggung waktu, Saldi menambahkan karena reshuffle dinilai untuk perbaikan kinerja kabinet pemerintahan sekarang, maka semakin cepat waktu, maka akan semakin baik. "Ini akan berpengaruh pada ujung citra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kalau ia berniat jadi presiden lagi," demikian Saldi Isra. Sementara itu, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menyatakan jika Presiden Yudhoyono jadi melakukan reshuffle kabinet, maka hasilnya harus bisa dipertanggungjawabkan pada rakyat. "Meski reshuffle itu hak prerogatif presiden, tapi presiden harus bisa mempertanggungjawabkannya," kata Ketua Umum GMNI, Dedy Rachmadi. Dedy mengatakan reshuffle harus benar-benar bisa membuat pemerintah bekerja lebih efektif untuk kepentingan rakyat. Lebih pro rakyat. "Bukan sekedar giliran jabatan," katanya. Tetapi, GMNI sendiri ragu reshuffle bebas dari kepentingan politik praktis, terutama dari kepentingan partai pendukung pemerintah. "Karena itulah kami agak skeptis bahwa reshuffle akan membuat pemerintah lebih pro rakyat. Bisa jadi menteri yang diganti dengan penggantinya sama saja," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007