Bogor (ANTARA News) - Rektor Institut Pertanian Bogor, Prof DR Ir Achmad Ansyori Mattjik, menyatakan bahwa penertiban bangunan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, harus sesuai aturan yang berlaku, dan Pemkab Bogor selama ini berlaku tidak adil. "Pemda Kabupaten Bogor lebih tahu aturan yang berlaku soal bangunan di kawasan Puncak, apakah melanggar aturan atau tidak," katanya di Bogor, Minggu. Ia menilai, pembongkaran delapan gubuk di lokasi pelatihan hidup di alam bebas (out bond) di Kecamatan Megamendung oleh petugas Dinas Polisi Pamong Praja (Pol PP) pekan lalu, merupakan sikap tidak adil dari Pemda Kabupaten Bogor. Menurut dia, gubuk itu bukan bangunan permanen dan lokasinya jauh dari jalan raya Puncak. Sedangkan, bangunan permanen yang dibangun di lokasi terlarang, seperti lokasi curam tidak dibongkar. "Mungkin bangunan gubuk itu pemiliknya tidak punya uang, sehingga tidak bisa menjaga lingkungan. Sedangkan, bangunan vila-vila permanen pemiliknya punya uang, sehingga bisa menjaga lingkungannya," kata Mattjik. Ia meminta, Pemda Kabupaten Bogor bersikap adil, tidak pilih kasih, dan berdasarkan aturan yang berlaku, dalam menertibkan bangunan yang melanggar izin di kawasan Puncak. Kalau aturan yang berlaku di Pemda Kabupaten Bogor bangunan permanen harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB)-nya hanya lima persen, tidak boleh dibangun di lokasi hutan lindung, dan sebagainya, hendaknya ditegakkan secara tegas. Sikap Pemkab Bogor yang tidak adil bisa menimbulkan respon negatif dari masyarakat. Soal kawasan Puncak yang dituding menjadi salah satu penyebab banjir di Jakarta, menurut dia, persoalan harus dilihat secara komprehensif. Ia mengakui, terjadi penggundulan hutan di kawasan Puncak, terutama di Kecamatan Megamendung, sehingga pada musim hujan, air hujan tidak ada yang tertahan, semuanya mengalir deras ke arah yang lebih rendah. Jika volume air melebihi kapasitas daya tampung yang ada, menurut dia, maka bisa terjadi banjir. Untuk menghijaukan kawasan puncak, menurut dia, IPB turut berperan aktif menanam bibit pohon. Dalam gerakan penanaman satu juta bibit pohon yang dicanangkan pemerintah pusat, IPB bekerja sama dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, sudah melakukan penanaman 750 bibit pohon. Selain itu, untuk mengatasi bencana banjir di kawasan hilir, ia mengusulkan membuat lubang resapan biopori (LRB) yang sederhana, murah, mudah, dan manfaatnya besar. LRB hanya berdiameter 10 cm dan kedalaman 80 cm, bisa dibuat secara manual dimana saja dengan alat sederhana. Di dalam lubang biopori diberi sampah organik, sehingga menjadi habitat cacing. "Cacing yang membuat lubang-lubang kapiler di dalam tanah, menyerap air permukaan, sehingga bisa mengatasi banjir," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007