Jakarta (ANTARA News) - Komposisi pemanfaatan hutan selama beberapa waktu lalu masih mengalami ketimpangan, antara usaha besar dan kecil dengan persentase 97 persen untuk usaha besar dan tiga persen untuk usaha kecil.

"Pemerintah saat ini melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan perspektif baru menyongsong kemajuan industri pengolahan kayu Indonesia," ujar Menteri LHK, Siti Nurbaya, di Jakarta, Kamis.

Konsepnya ialah pengembangan bisnis-bisnis kayu rakyat yang dibina, misalnya, dalam bentuk koperasi dengan manajemen korporat.

"Tentu dalam rantai bisnis akan mengait kepada HTI, baik yang sudah ada ataupun yang baru, misalnya, dalam bentuk off-taker atau dalam bentuk pembinaan lainnya," lanjut dia.

Dengan demikian selain diperoleh keadilan fasilitasi bagi pelaku HTR serta keadilan keamanan dan kenyamanan bisnis bagi pelaku HTI, dengan demikian akan didapatkan konfigurasi bisnis yang lebih ideal dan dapat membawa kemajuan.

"Saya minta kerja sama yang baik untuk langkah-langkah itu bagi kebaikan semua dan untuk mencapai cita-cita keadilan yang dimaksud Bapak Presiden," ucap Menteri Siti.

Untuk membangun akses masyarakat kepada sumber daya hutan, sesuai peraturan Menteri akan melibatkan dunia usaha, di mana terdapat kewajiban pada setiap perijinan pinjam pakai atau pemanfaatan kawasan maka dikembangkan program kemitraan masyarakat pada seluas 20 persen area.

Dalam kaitan ini, maka ditempuh langkah-langkah lebih lanjut untuk percepatan penyelesaian regulasi, identifikasi areal, identifikasi konflik (untuk bisa menjadikan instrumen ini sebagai solusi konflik juga), pengembangan format tanaman seperti tanaman kehidupan (yang telah dialokasikan hanya terealisasi 9 persen saja dari tanaman unggulan).

Tanaman unggulan (lokal) diminati oleh masyarakat dan tanaman kehidupan bisa dialokasi untuk kebutuhan 20 persen tersebut. Menurut Permenhut P.35 terdapat 235 jenis yang bisa dimasukan ke wilayah kayu dan non kayu.

Selain itu, dilakukan penerapan agroforestry dan tumpang sari dalam HTI yang mengharuskan ada pelibatan masyarakat. Dalam kaitan dengan kawasan yang dipergunakan untuk pemegang izin menjadi HTI energi harus terkait dengan ESDM dan sedang dikembangkan aturan-aturan bersama Kementerian ESDM.

Dukungan untuk energi dilakukan dengan kebijakan pembangunan HTI untuk kedaulatan pangan dan kedaulatan energi terbarukan.

"Untuk ini sudah ada Peraturan Menteri LHK tentang Kebijakan pembangunan HTI untuk dukungan progam pangan dan sedang terus dikembangkan langkah-langkah untuk energi terbarukan. Salah satu uji coba yang akan dikembangkan nanti dalam HTR juga berupa HTR energi bio-mass dengan Caliandra."

Pengembangan lain dalam konfigurasi baru bisnis kehutanan terutama pada areal tidak produktif, adalah Restorasi Ekosistem (RE). Menteri Siti memahami bahwa RE lebih bersifat sukarela terutama pada awalnya antara 10 sampai dengan 15 tahun untuk bisnis yang panjang hingga mencapai 80 tahun atau lebih.

Karena sifatnya yang berupa restorasi, maka pada tahap awal di 10 tahun pertama upaya-upaya yang dilakukan tentu lebih pada langkah-langkah untuk mengembalikan landskap kepada ekologi aslinya.

"Seperti kita pahami bahwa RE ini juga dapat berlangsung tidak hanya di kawasan hutan produksi tetapi juga pada kawasan konservasi. Tentu saja ini bukanlah quick yielding. Kami harus sudahi pola-pola kerja quick yielding yang merefleksikan rasa ketidakadilan dimasyarakat," jelas dia.

Pemerintah, kata dia, sudah melihat seluruhnya dan terus mengembangkan upaya-upaya perbaikannya dengan prinsip-prinsip menyelamatkan ekosistem, dukungan kesejahteraan rakyat, mengurangi kemiskinan, serap tenaga kerja dan untuk berpenghasilan serta atasi kesenjangan, ketimpangan di masyarakat.

Pewarta: Indriani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016