Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung memperpanjang status cekal ke luar negeri bagi tiga mantan direksi Bank Mandiri yaitu ECW Neloe, I Wayan Pugeg dan M. Sholeh Tasripan terkait status ketiganya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengambil alihan aset PT Kiani Kertas yang diduga merugikan negara Rp1,8 triliun. "Mereka masih dicekal sampai Mei 2007, kita sudah ajukan perpanjangan," kata M. Salim, Direktur Penyidikan pada Pidana Khusus Kejaksaan Agung di Jakarta, Selasa. Sebelumnya, Neloe (mantan Direktur Utama), Pugeg (mantan Wakil Direktur) dan Tasripan (mantan Direktur Corporate Banking) menjadi terdakwa kasus korupsi kredit Bank Mandiri pada PT Cipta Graha Nusantara senilai Rp160 miliar yang dibebaskan PN Jakarta Selatan pada Februari 2006. Atas putusan bebas itu, Kejaksaan melakukan kasasi ke Mahkamah Agung dan status tiga orang yang sempat menjalani penahanan di Rutan Kejakgung itu diperpanjang dari 30 April 2006 hingga 30 April 2007 dan diperpanjang lagi untuk satu tahun ke depan. Neloe dan dua direksi lainnya itu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengambilalihan aset PT Kiani Kertas sejak Kamis, 19 April 2007 lalu. Secara terpisah, Mabes Polri juga telah menetapkan Neloe sebagai tersangka kasus pencucian uang (money laundering) terkait deposito senilai 5,3 juta dolar AS atas namanya di sebuah bank di Swiss. Lebih lanjut Direktur Penyidikan mengatakan pihaknya juga telah melayangkan panggilan pemeriksaan terhadap ketiga tersangka tersebut untuk hadir di Kejaksaan Agung pada Jumat, 27 April 2007 mendatang. "Jumat kita periksa, surat panggilan sudah kita layangkan untuk mereka diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi PT Kiani Kertas," kata M. Salim. Sejauh ini, tim penyidik telah memeriksa sekitar 12 saksi yang berasal dari kreditor (manajemen Bank Mandiri) dan debitor (PT Kiani Kertas), juga Perusahaan Pengelola Aset/PPA. Pada perusahaan Kiani kertas tercatat nama Prabowo Subianto selaku Presiden Direktur PT Kiani Kertas dan Luhut Panjaitan selaku Komisaris Utama Perusahaan. Kasus pengambilalihan aset hak tagih PT Kiani Kertas itu berawal pada November 1998. Pemilik awal PT Kiani Kertas yaitu Bob Hasan menyerahkan perusahaan kertas itu kepada BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional), terkait penyelesaian utang Bank Umum Nasional (BUN) perusahaan milik Bob senilai Rp8,9 triliun. Tahun 2002, BPPN memasukkan perusahaan bubur kertas/pulp itu dalam program penjualan dan ditawarkan ke investor PT Vayola yang terkait dengan Prabowo, yang membeli semua saham Kiani senilai Rp7,1 triliun. Prabowo membeli PT Kiani Kertas setelah mendapat kredit dari Bank Mandiri Rp1,8 triliun. Belakangan, PT Kiani Kertas mengalami kesulitan modal kerja dan Bank Mandiri mendesak PT Vayola menggandeng investor baru untuk merestrukturisasi utang perusahaan tersebut. Namun utang Kiani Kertas tidak juga terbayar bahkan bertambah menjadi Rp2,2 triliun dan menjadi kredit macet.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007