Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Ecky A Mucharam, menyesalkan kenaikan biaya pengurusan STNK yang baru saja ditetapkan dan menginginkan sejumlah lembaga terkait tidak saling lempar tanggung jawab atas persoalan itu.

Mucharam di Jakarta, Jumat, menyatakan, kenaikan biaya pengurusan STNK berkali-kali lipat itu dinilai tidak masuk akal serta membebani rakyat.

"Sebab kepemilikan kendaraan bermotor khususnya roda dua didominasi kelas menengah ke bawah," katanya. Presiden Jokowi, juga sempat meminta biaya pengurusan STNK dan dokumen kendaraan bermotor sebagaimana diatur PP 60/2016. Padahal adalah pemerintah yang memberlakukan aturan baru itu.

Mucharam berpendapat tidak ada alasan kuat menaikkan harga secara fantastis itu, karena bila alasannya perlu disesuaikan terhadap inflasi, semestinya hanya 25-30 persen dan tidak berkali-kali lipat.

Di tempat terpisah, Kepala Divisi Humas Kepolisian Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Boy R Amar, mengungkapkan kenaikan biaya administrasi pengurusan STNK, BPKB, SIM yang masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tidak bukan semena-mena dari polisi.

"Tetapi polisi sebagai sub sistem dari pada pemerintah harus tidak lepas dari proses koreksi yang terkena kepada diri Polri dan tuntutan akan peningkatan sektor pelayanan publik," kata Rafli.

Dia malah membalikkan, bahwa kenaikan PNBP ini tidak lepas dari tuntutan pemerintah kepada Kepolisian Indonesia, dimana institusi yang masuk dalam program reformasi birokrasi, maka dituntut meningkatkan sektor pelayanan publik. Namun tidak diurai bahwa kenaikan pelayanan itu identik dengan kenaikan biaya tarif. 

Sebagaimana diwartakan, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, memastikan kenaikan tarif pengesahan STNK untuk memperbaiki pelayanan surat perizinan oleh Kepolisian Indonesia.

"PNBP dalam hal ini adalah tarif yang ditarik oleh kementerian lembaga dan harus mencerminkan jasa yang diberikan. Jadi dia harus menggambarkan pemerintah yang lebih efisien, baik, terbuka dan kredibel," kata Mulyani, di Jakarta, Selasa (3/1).

Mulyani mengatakan, kenaikan tarif PNBP ini wajar karena terakhir kali tarif penyesuaian pada 2010 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan terkini yang dinamis.

Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menilai kenaikan biaya pengurusan STNK dan BPKB adalah tidak tepat.

"Alasan inflasi untuk menaikkan tarif, sebagaimana alasan menteri keuangan, adalah kurang tepat. Sebab STNK dan BPKB bukan produk jasa komersial tetapi pelayanan publik yang harus disediakan birokrasi," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017