Kami berharap dalam upaya damai ini semua pihak mampu menahan diri, dan mempercayakan kepada kepolisian untuk proses hukumnya. Jangan sampai ada aksi balas dendam pascakejadian."
Bogor (ANTARA News) - Kepolisian Resor Bogor Kabupaten, Polda Jawa Barat, memfasilitasi proses perdamaian antara dua organisasi masyarakat (Ormas) yang terlibat konflik dengan melakukan mediasi di antara keduanya, di Mako Polres Cibinong, Jumat.

"Mediasi dilakukan untuk menjaga stabilitas dan kondusifitas wilayah Kabupaten Bogor, untuk itu kami mengundang kedua pimpinan ormas hadir," kata Kapolres Bogor Kabupaten AKBP Andi Moch Dicky.

Mediasi antara dua ormas disaksikan langsung oleh Ketua MUI Kabupaten Bogor KH Ahmad Mukhri Aji, Dandim 0621 Letkol Inf Dwi Bima N, Asisten Pemerintah Kabupaten Bogor, Burhanudin, Ketua FPI Kabupaten Bogor KH Burhan dan Ketua GMBI, Abas.

Langkah mediasi dilakukan pascaperistiwa penyerangan markas salah satu ormas di wilayah Ciampea, Kabupaten Bogor, Jumat dini hari.

Peristiwa penyerangan terjadi sekitar pukul 02.51 WIB, markas Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) di Ciampea, diserang oleh sekelompok massa. Tidak ada korban jiwa, namun markas milik ormas tersebut ludes terbakar.

Sebanyak 20 orang diamankan dalam peristiwa tersebut, mereka diduga melakukan pembakaran dan pengerusakan markas ormas GMBI.

"Kami berharap dalam upaya damai ini semua pihak mampu menahan diri, dan mempercayakan kepada kepolisian untuk proses hukumnya. Jangan sampai ada aksi balas dendam pascakejadian," kata Dicky.

Sementara itu, Ketua FPI Kabupaten Bogor, KH Burhan menyebutkan, kejadian berawal dari peristiwa penyerangan oleh ormas GMBI terhadap jamaah FPI yang mengawal Pimpinan Pusat FPI Habib Rizieq di Bandung.

Burhan juga memastikan, pelaku pengrusakan dan pembakaran yang terjadi di Ciampe bukan berasal dari anggota FPI, tetapi simpatisan FPI yang merespon aksi penyerangan di Bandung.

Perwakilan Ormas GMBI, Kartono menyampaikan apresiasi atas upaya kepolisian dan Pemkab Bogor untuk melakukan mediasi.

"Kami berharap kejadian serupa tidak terulang," katanya.

Hingga saat ini ke 20 massa yang terlibat penyerangan markas GMBI di Ciampea masih menjalani pemeriksaan di Mapolres Kabupaten Bogor. Kepolisian Resor Bogor juga melakukan pengamanan secara terbuka dan tertutup di lokasi kejadian, untuk mengantisipasi aksi susulan.


Penjelasan FPI

Sementara itu, Koordinator FPI Bogor Raya, Habib Iyek Aljufry menyebutkan, peristiwa di Ciampea merupakan dampak dari aksi penyerangan terhadap massa FPI di Bandung, saat mengawal Pimpinan Umum FPI Habib Rizieq saat memenuhi panggilan Polda Jawa Barat.

Ia mengatakan, dalam kejadian tersebut salah satu ustad bernama Syarif Maulana yang merupakan anggota FPI Ciampea terkena penyerangan massa GMBI, yang merusak mobil serta memukulnya hingga koma.

"Ustad Syarif Maulana adalah RT di wilayah tersebut, warga mendapatkan informasi beliau jadi korban penusakan dan koma, warga langsung bertindak atas dasar simpatik," katanya.

Menurut Iyek, pemberitaan yang menyebar di masyarakat melalui pemberitaan sejumlah media yang menyebutkan anggota FPI melakukan aksi penyerang adalah informasi yang diputarbalikkan.

"Yang melakukan pembakaran bukan anggota FPI, ini masyarakat yang merasa dekat dengan ketua RT mereka yang jadi korban penyerangan. Media tidak boleh memutar balikkan fakta," katanya.

Terkait 20 orang yang diamankan Polres Bogor Kabupaten karena terlibat penyerangan markas GMBI di Ciampea, Iyek menyebutkan pihaknya kesulitan memastikan mereka yang anggota atau hanya simpatisan FPI, karena tidak diperbolehkan bertemu.

"Kami juga kesulitan memberikan bantuan hukum, karena sampai saat ini tidak dibolehkan bertemu. Polisi meminta surat kuasa, bagaimana kami mendapatkan kuasa apabila kami tidak diperbolehkan bertemu dengan 20 orang ini," katanya.

Iyek menambahkan, pihaknya berupaya untuk meredam para anggota FPI untuk tetap sabar dan menyerahkan sepenuhkan proses hukum kepada aparat kepolisian. Dan memastikan jangan sampai terjadi aksi lanjutan.

Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017