Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, mengatakan, "Saat ini Indonesia masuk dalam kondisi darurat penyadapan, sehingga presiden memiliki kewenangan untuk menerbitkan Perppu," kata Fahri Hamzah, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis. 

Menurut Hamzah, materi Perppu tentang ini sudah ada, yakni berupa peraturan pemerintah (PP) yang pernah ditolak Mahkamah Konstitusi. Materi PP inilah yang nanti dapat diubah menjadi Perppu yang diterbitkan presiden. 

Perppu yang diterbitkan presiden, kata dia, selanjutnya akan diproses di DPR. "Setelah Perppu disetujui menjadi undang-undang, maka persoalan penyadapan ini menjadi lebih ketat, tidak asal menyadap," katanya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, di Indonesia hanya lembaga tertentu yang memiliki kewenangan menyadap, yakni KPK, Kepolisian Indonesia, Kejaksaan Agung, dan BIN. Tetapi penyadapan itu tidak boleh diketahui.

Pada sisi lain, Hamzah mempertanyakan pernyataan kuasa hukum pasangan calon gubernur DKI Jakarta, Basuki Purnama dan Djarot Hidayat, yang menyebut memiliki bukti percakapan.

"Itu artinya memiliki sadapan. Patut dipertanyakan, dari mana sadapan tersebut. Padahal, sadapan tidak boleh diketahui, apalagi disampaikan ke publik," katanya.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017