Jakarta (ANTARA News) - Pada 2006 pembayaran "commitment fee" pemerintah Indonesia kepada para debitur atas proyek-proyek yang sedang berjalan mencapai sekitar 5 juta dolar AS, atau turun 50 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 7,5 persen. Menurut Direktur Pemantauaan dan Evaluasi Pendanaan Pembangunan Bappenas, Benny Setiawan, di Jakarta, Selasa, pembayaran "commitment fee" yang terendah dalam tujuh tahun terakhir itu disebabkan karena penyerapan pinjaman yang lebih baik pada periode itu, di samping adanya beberapa pinjaman yang telah selesai dan ada juga yang dibatalkan. "Pembayaran 'commitment fee' dilakukan atas sekitar 28 'on going project' yang dibiayai pinjaman luar negeri di Indonesia, dengan nilai total sekitar 2 miliar dolar AS," kata Benny. Dia menuturkan pada 2000 "commitment fee" yang harus dibayar Indonesia mencapai 11,3 juta dolar AS. Sedangkan pada 2001 dan 2002, pembayaran "commitment fee" sempat naik menjadi 11,7 juta dolar AS dan 12,3 juta dolar AS, serta turun secara bertahap pada 2003 menjadi 12,1 juta dolar AS, dan menjadi 8,8 juta dolar AS pada 2004. "Commitment fee" sendiri, menurutnya, merupakan biaya yang harus dibayarkan oleh kreditur atas pinjaman yang belum dicairkan. Dijelaskannya pihaknya optimis trend penurunan pembayaran "commitment fee" dapat terus berlanjut pada tahun-tahun ke depan, karena proyek-proyek baru yang dibiayai pinjaman luar negeri akan diseleksi secara ketat, terutama kesiapan proyek tersebut. "Kalau tidak siap, ya tidak ditandatangani perjanjian pinjamannya. Nanti kalau ditandatangani dan proyek kemudian terhambat, kita akan dibebani dengan 'commitment fee' yang besar," kata Benny. Selain kesiapan proyek, dia menjelaskan proyek-proyek baru juga diupayakan sesuai dengan prioritas pembangunan negara sebagaimana tercantum dalam RPJP 2004-2025. (*)

Copyright © ANTARA 2007