Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia mengeluarkan aturan baru yang memperlonggar keberadaan "office chanelling" (OC) atau konter layanan bagi perbankan syariah guna mencapai target pertumbuhan pasar perbankan syariah lima persen dibadingkan bank konvensional. "Aturan yang akan menggantikan PBI no 8/3/PBI/2007 tersebut berisi pelonggaran mengenai cakupan layanan OC dan cakupan wilayah OC," kata Deputi Gubernur BI Siti Chalimah Fadjriah dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis. Menurut dia, yang pertama adalah cakupan layanan syariah, dari semula hanya melayani penghimpunan dana, sekarang juga melayani pembiayaan dan jasa-jasa perbankan syariah lainnya. Yang kedua yaitu cakupan wilayah. Menurut Siti, dengan peraturan BI yang baru tersebut perbankan syariah dapat mendirikan OC di suatu wilayah provinsi dimana terdapat kantor cabang syariah atau wilayah kantor Bank Indonesia didirikan. "Sebelumnya OC hanya dapat didirikan didaerah yang terdapat kantor cabang Syariah dan Kantor Bank Indonesia," kata Siti. Ia mencontohkan misalnya terdapat kantor Bank Indonesia di wilayah Malang, maka seluruh propinsi Jatim dapat didirikan OC. "Misal ada kantor BI di Malang maka OC dapat dirirkan juga di Kediri," kata Siti. Selain itu menurut Siti, pendirian OC lebih murah dibandingkan pembukaan kantor cabang. "Buka cabang itu tidak murah, untuk `break even point` (titik impas) berapa, ada yang marketingnya baik, break even-nya cepat tapi ada yang lama," kata Siti. Dalam peraturan yang baru tersebut, katanya, BI juga mewajibkan pencantuman logo industri perbankan syariah bagi kantor bank konvensional yang menyediakan layanan syariah. "(Sebelumnya) kan tidak ada (logo) mana bank yang memiliki layanan syariah dan mana yang tidak. Melalui logo tersebut mempermudah masyarakat untuk mengetahui mana bank yang memiliki layanan syariah dan mana yang tidak," katanya. Siti menambahkan bahwa perkembangan industri perbankan syariah akan lebih cepat bila bank konvensional dapat bekerjasama dengan bank syariah. "Tidak hanya bekerja sendiri saja tetapi bisa memanfaatkan bank konvensional induknya atau rekan-rekan yang lain," kata Siti. Ia mencontohkan apabila ada bank konvensional memiliki proyek pembiayaan untuk korporasi, bank konvensional tersebut bisa bekerja sama dengan bank syariah, tetapi pembiayaannya harus mengikuti tatacara syariah. Selain itu untuk memperkuat perkembangan perbankan syariah, BI menyiapkan sosialisasi ke masyarakat terkait dengan masih rendahnya pemahaman masyarkat tentang bank syariah. "Masyarakat dan pelaku ekonomi masih sulit membedakan antara perbankan syariah dan konvensional. Nanti dalam sosialisasi kita akan membuat semudah mungkin, mana sih bedanya perbankan syariah dan konvensional," kata Siti. Di sisi lain, Siti mengharapkan bahwa setelah adanya pelonggaran tersebut perbankan syariah juga mendukung hal itu melalui pengembangan teknologi informasi dan sumberdaya manusianya. Ia menepis bahwa peluasan OC tersebut akan meningkatkan pembiayaan bermasalah (NPF). "NPF itukan resiko. Resiko itu umumnya disebabkan oleh lingkungan yang berubah, sekarang ini kalau menurut saya yang NPF-nya naik itu dari pembiayaan yang lama-lama, kalau tidak salah ada satu yang besar, yang lainnya secara umum mengalami peningkatan tidak berarti, kami tidak khawatir masalah itu," kata Siti. Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Bank Islam Indonesia Wahyu Dwi Agung mendukung kebijakan yang dilakuakan BI tersebut. "Peraturan BI untuk perluasan jaringan tersebut sangat tepat, bagus untuk percepatan jaringan," kata Wahyu ketika dihubungi ANTARA News.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007