Jakarta (ANTARA News) - BUMN Watch bersama sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lainnya, di Jakarta, Selasa, mengadakan acara syukuran atas pencopotan Sugiharto sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN). "Kita bersyukur, karena akhirnya SBY mendengar aspirasi banyak pihak, termasuk dari BUMN Watch. Bagi kami siapa pun yang menggantikannya bukan masalah, asal dia profesional dan tidak memiliki kepentingan partai atau kelompok tertentu, semata bekerja untuk kemajuan BUMN," kata Ketua BUMN Watch, Naldy Nazar Haroen, dalam acara yang dihadiri pengurus Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu itu. Selain bersyukur, lanjut Naldy, BUMN Watch juga memiliki harapan kepada Meneg BUMN yang baru Sofyan Djalil. Pertama, segera lakukan evaluasi tenaga kerja non-struktur/staf khusus di Kementerian BUMN. Karena keberadaan mereka selama ini hanya membuat suasana tidak harmonis. Kedua, evaluasi seluruh direksi BUMN yang diangkat Sugiharto, karena syarat dengan koncoisme, dan kemampuannya jauh dari yang diharapkan, katanya. Ketiga, Meneg BUMN harus proaktif mengusut kasus-kasus yang ada di era pendahulunya, misalnya kasus anjloknya harga saham Perusahaan Gas Negara (PGN), yang disinyalir banyak pihak akibat ada permainan untuk keuntungan pihak-pihak tertentu. Di samping itu, ada perusahaan fiktif yang selama ini menggerogoti BUMN, tegasnya. Dalam kesempatan tersebut, BUMN Watch juga mengemukakan sejumlah "dosa" Sugiharto, mulai dari pencopotan beberapa direksi BUMN, tanpa melalui prosedur yang benar, hingga pelanggaran atas sejumllah Undang-Undang (UU). Menurut Naldy, ada 10 poin yang telah dilanggar Sugiharto saat itu, mulai dari melanggar UU No.1/1995 tentang Perseroan Terbatas, UU No.19/2003 tentang BUMN, tidak dilakukan RUPS atau RUPS dipercepat sebelum pergantian, tidak ada "fit and proper test" atas direksi yang dilantik hingga masa bakti direksi yang diganti masih tiga tahun lagi. Selain itu, kasus beredarnya surat Meneg BUMN No: S-107/MBU/2005, tertanggal 26 Maret 2005 (S-107) yang dikirimkan kepada Menteri Koordinator Bidang ekonomi, Aburizal Bakrie. "Walaupun Sugiharto menyatakan surat itu palsu, tapi hingga kini belum dibuktikan di Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri. Apalagi SBY sudah minta surat itu diusut tuntas," katanya. Kesalahan Sugiharto lain, menurut Naldy, adalah kasus penonaktifan seluruh direksi PT Bukit Asam (PTBA), lalu mengangkat komisaris perusahaan tambang batubara itu sebagai caretaker direksi dan jabatan direksi PT BA ini dibiarkan kosong cukup lama, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007