Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri RI, Hassan Wirajuda, menegaskan bahwa pengangkatan duta besar (dubes) adalah hak prerogatif Presiden, dan bukan kewenangan Menlu. Pernyataan itu dikemukakannya di Gedung Pancasila Departemen Luar Negeri RI Jakarta, Jumat, setelah melantik sejumlah pejabat eselon I dan II Deplu RI. "Jabatan duta besar adalah prerogratif Presiden bukan kewenangan saya,pembahasan di tingkat pemerintah dilakukan jauh sebelum perombakan kabinet," kata Menlu saat ditanya mengenai kemungkinan terdapatnya nama sejumlah mantan menteri dalam daftar itu. Menurut Menlu, jauh-jauh hari sebelum ada pembahasan mengenai perombakan kabinet, Deplu telah menyerahkan daftar sejumlah pos-pos perwakilan RI yang kosong. Hassan mengatakan, dalam daftar yang diserahkan tersebut tidak ada nama sejumlah mantan menteri atau jaksa agung yang digeser pada perombakan kabniet 7 Mei 2007. "Saya pastikan seingat saya dalam daftar yang saya serahkan itu belum termasuk atau tidak ada dari mantan menteri," katanya. Pada kesempatan itu Menlu mengatakan Presiden sangat cermat dan telaten dalam mengkaji satu persatu calon duta besar. Pada kesempatan sebelumnya, pascaperombakan kabinet terdapat informasi bahwa kepada mantan Menteri Sekertaris Negara Yusril Ihza Mahendra ditawarkan posisi Duta Besar RI di Malaysia. Sementara itu, pasca-perombakan kabinet I yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005, sejumlah mantan menteri yang digeser kemudian mendapat tugas baru dari Presiden, diantaranya adalah menjadi duta besar atau utusan khusus seperti mantan Menteri Keuangan Jusuf Anwar yang menjadi Duta Besar RI untuk Jepang dan mantan Menko Kesra Alwi Shihab yang menjabat utusan khusus Presiden RI untuk Timur Tengah. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007