Jakarta (ANTARA News) - Citra politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa merosot bila tak hadir di Rapat Paripurna DPR untuk menjawab secara langsung interpelasi DPR soal dukungan RI atas sanksi terhadap Iran, kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Yuddy Chrisnandi, di Jakarta, Kamis. "Presiden sebaiknya tak mewakilkan Menlu Hasan Wirajuda untuk menjawab interpelasi soal nuklir Iran ,sebab Menlu sudah menjelaskan pada Komisi I DPR soal itu dan kesimpulannya mengecewakan," kata Yuddy. Sebelumnya, rapat paripurna DPR menerima usul penggunaan hak interpelasi yang diajukan 280 anggota Dewan tentang Persetujuan Pemerintah RI atas Resolusi DK PBB No 1747 yang berisi perluasan sanksi terhadap Iran. Tujuh fraksi menerima usul itu, dua fraksi menolak dan satu fraksi abstain. Yang menerima adalah FPG, FPDIP, FPPP, FPAN, FKB, FPKS dan FBPD. Fraksi yang menolak FPD dan FPDS. Fraksi PBR merupakan satu-satunya yang abstain. Dengan diterimanya usul penggunaan hak interpelasi, maka DPR selanjutnya mengundang Presiden Yudhoyono untuk memberikan keterangan tentang persetujuan RI atas resolusi DK PBB tersebut. Menurut Yuddy, Presiden adalah intelektual dan komunikator ulung, sehingga seharusnya berani berdialog secara terbuka dengan DPR untuk meyakinkan rakyat atas kebijakan yang diambilnya. "Gus Dur sudah memberikan contoh patriotik yang demokratis dengan berdebat dan menjawab pertanyaan DPR saat dia menjadi presiden," kata Yuddy. Harus hadir Dia mengatakan UU No 22/2003 Susduk DPR mewajibkan siapa pun yang diundang DPR harus hadir tanpa kecuali. "Tata Tertib DPR pasal 174 ayat 1,2,3 mengharuskan Presiden datang sendiri menjawab interpelasi. Bila terjadi tanya jawab, ayat 4 membolehkan Presiden mewakilkan pada menterinya," tambah Yuddy. Yuddy mengatakan keputusan pemerintah menyetujui Resolusi No 1747 tidak sesuai dengan pernyataan pemerintah sebelumnya yang menyiratkan dukungannya pada pengembangan nuklir Iran untuk tujuan damai. Rakyat, kata Yuddy, juga ingin mendengar jawaban langsung dari Presiden soal nuklir Iran. "Apalagi sebelum resolusi diambil DK PBB, ada pembicaraan antara SBY dan (Presiden AS, red) George Bush," tambah Yuddy. Sementara itu, politisi dari Fraksi Partai Demokrat Boy W Saul mengatakan Presiden bisa mewakilkan kehadirannya di Paripurna DPR pada Menlu. "Tapi jangan jubir Presiden yang mewakili," katanya. Boy mengemukakan jika yang mewakili Presiden ke DPR adalah jubir kepresidenan, maka DPR tak bisa menerimanya karena kompetensi Menlu masih dianggap lebih memadai dan Menlu adalah pembantu presiden yang diatur konstitusi. "Jadi sebaiknya Menlu yang mewakili," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007