Jakarta (ANTARA News) - Pengamat pertambangan Emanuel Bria mengingatkan pemerintah agar jangan sampai kebijakan divestasi 51 persen saham tambang mengancam investasi.

Menurut dia, di Jakarta, Kamis, kebijakan divestasi tambang hingga 51 persen, yang diamanatkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara itu, berpotensi menimbulkan citra negatif bagi iklim investasi di Indonesia, sehingga pemerintah mesti mencermatinya dengan seksama sebelum menjalankan kebijakan tersebut.

"Bila pemerintah memaksakan untuk menjalankan kebijakan divestasi ini, maka anggaran negara akan terkuras. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), saat ini, investor dalam negeri masih belum mampu menggantikan investor dari luar," katanya.

Peneliti Natural Resource Governance Institute itu juga mengatakan kebijakan divestasi akan memicu kecenderungan investor dalam negeri berutang dari pemain asing atau menjual asetnya untuk membeli saham divestasi, sehingga akan mengurangi investasinya di sektor lain.

Menurut Bria, kebijakan divestasi saham 51 persen tambang tersebut memiliki risiko.

"Bila pemerintah membelinya dengan dana APBN, maka pasti ada sektor lain yang harus dikorbankan, padahal sekarang saja, APBN mengalami defisit artinya tidak mencukupi untuk membiayai pembangunan," ujarnya.

Sebaiknya, lanjut dia, pemerintah lebih mementingkan pembangunan rumah sakit dan infrastruktur seperti jalan dan rel kereta yang membutuhkan dana besar Rp1.843 triliun hingga 2025, ketimbang berinvestasi di sektor tambang, yang tergolong beresiko tinggi dan terbuka terhadap investor, yang memang sudah siap menanggung resikonya.

Apalagi, pengalaman di berbagai negara dan juga di Indonesia menunjukkan bahwa kebijakan divestasi tambang tidak mendatangkan keuntungan yang maksimal bagi negara dan rakyat.

Ia mengatakan jika pemerintah ingin mendapatkan manfaat secara maksimal, maka bisa fokus pada perundingan tarif royalti dan pajak serta pembukaan lapangan kerja

"Pemerintah bisa fokus dalam renegoisasi kontrak seperti penerapan pajak yang tinggi, pembukaan lapangan kerja, dan pembangunan smelter, sehingga perusahaan tersebut memahami apa yang menjadi prioritas pemerintah," katanya.

Bria juga mengatakan ada beberapa rekomendasi yang perlu dilaksanakan pemerintah.

Pertama, fokus pada perpajakan yang tinggi, stabil, dan menarik investasi.

Kedua, mencari cara yang lebih "prudent" untuk menilai saham, yang tidak menghambat investasi.

Ketiga, memastikan penjualan saham yang transparan untuk mencegah korupsi.

Rekomendasi terakhir, tambahnya, adalah menggunakan APBN untuk membangun infrastruktur dan rumah sakit, bukan untuk membeli saham tambang.

"Jangan sampai kebijakan divestasi ini mengancam investasi masa depan," ujar Bria.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017