Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menunjukkan upaya serius menertibkan impor berisiko tinggi untuk menciptakan praktik bisnis yang bersih, adil, dan transparan di Tanah Air, dengan membentuk sinergi lintas lembaga.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) bersinergi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kantor Staf Kepresidenan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Kejaksaan Agung, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, impor berisiko tinggi memiliki peluang penyelewengan yang lebih besar sehingga dapat mengakibatkan beredarnya barang ilegal. Peredaran barang ilegal mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat dan penerimaan negara yang tidak optimal.

"Kami tidak bisa bekerja sendiri. Kami akan saling berkoordinasi, kami tidak akan melihat ke belakang, tetapi melihat ke depan. Kami berikan sinyal kepada para pengusaha bahwa kami ingin melayani secara baik di dalam menjalankan kegiatan ekonomi yang legal. Oleh karena itu, kami akan perbaiki sistem, tingkah laku dari aparat dan kinerja mereka," kata Sri Mulyani usai rapat koordinasi dengan ketujuh pimpinan institusi tersebut di Kantor Pusat DJBC di Jakarta, Rabu.

Sri Mulyani mengharapkan, dengan ditertibkannya impor berisiko tinggi, volume peredaran barang ilegal dapat turun sehingga dapat terjadi "supply gap" yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri sehingga penerimaan negara bisa optimal serta mendorong perekonomian dalam negeri.

Program penertiban impor berisiko tinggi merupakan salah satu dari serangkaian program penguatan reformasi yang telah dijalankan DJBC sejak Desember 2016.

Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan bahwa upaya penertiban impor berisiko tinggi tersebut untuk menjawab tantangan dari masyarakat yang menginginkan perdagangan ilegal dapat berantas.

"Penertiban ini merupakan salah satu upaya untuk menjawab ekspektasi masyarakat guna menjadikan DJBC sebagai institusi yang kredibel di mata masyarakat sehingga dapat meningkatkan kepercayaan publik," ujar Heru.

Dalam jangka pendek, DJBC akan menjalankan kegiatan taktis operasional melalui pengawasan kinerja internal, kerja sama dengan aparat penegak hukum dan kementerian/lembaga, juga sinergi dengan asosiasi. Untuk jangka panjang, DJBC akan membangun sistem kepatuhan pengguna jasa melalui revitalisasi manajemen risiko operasional.

Sri Mulyani pun menilai pentingnya kerja sama dan koordinasi dengan aparat penegak hukum dan kementerian/lembaga agar lebih efektif dalam menciptakan perbaikan kepatuhan pengguna jasa, percepatan dan penyederhanaan perizinan impor, serta pemberantasan penyelundupan, pelanggaran kepabeanan dan praktik perdagangan ilegal lainnya.

Kementerian Keuangan sendiri telah merancang satuan tugas (satgas) penertiban impor berisiko tinggi sebagai salah satu bentuk pelaksanaan kegiatan taktis operasional.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017