Baghdad (ANTARA News) - Para pejabat Amerika Serikat dipastikan akan mendesak Iran untuk berhenti mempersenjatai dan mendanai gerilyawan Syi`ah saat diplomat AS dan Iran melakukan pertemuan langka di Baghdad pada Senin guna mendiskusikan penghentian kekerasan sektarian di Irak. Iran menolak tuduhan tersebut, kendati militer AS mempertontonkan adanya roket-roket dan mortir, dan bom pinggir jalan buatan Iran yang disita di Irak. Para pejabat AS tidak berharap adanya terobosan baru dari pembicaraan tersebut, yang terselenggara pada saat kapal-kapal perang AS melakukan latihan perang di Teluk, dan Teheran mengatakan, pihaknya telah mengungkap jaringan mata-mata di wilayahnya yang dilakukan AS dan sekutu-sekutunya. Kementerian Luar Negeri Iran seperti dilansir Reuters pada Minggu memanggil Duta Besar Swis untuk Teheran, yang mewakili Kepentingan AS di Teheran, untuk menyampaikan ketidaksenangannya atas jaringan mata-mata itu. Presiden AS George W Bush pekan lalu mendesak adanya sanksi lebih keras terhadap Iran karena program nuklirnya, yang dinilai Washington akan digunakan untuk mengembangkan bom nuklir. Namun masalah program nuklir Iran tidak akan dibicarakan dalam pertemuan pada Senin itu. Hanya satu isu dalam agenda pembicaraan tersebut, yaitu mengenai kekerasan sektarian antara minoritas Sunni dan mayoritas Syi`ah yang mengancam meluasnya perang saudara di kawasan tersebut. Pembicaraan antara Duta Besar AS untuk Irak Ryan Crocker dan mitranya dari Iran, Hassan Kazemi-Qomi, menandai suatu perubahan pandangan oleh Washington, yang memutuskan hubungan dengan Teheran pada 1980 dan telah berupaya mengucilkan Republik Islam itu dalam beberapa tahun terakhir. Crocker mengatakan, pihaknya tidak mengharapkan adanya "terobosan yang mengejutkan" dari petemuan itu. Para pejabat AS mengatakan, ia (Dubes Crocker) akan menekan Iran untuk mengurangi kekerasan di Irak. Dalam beberapa bulan silam, militer AS memperlihatkan para penyusup yang membawa bahan peledak -- terutama bom pinggir jalan yang mematikan -- dan senjata-senjata lainnya yang dikatakannya disuplai oleh militer Iran dengan sasaran serdadu AS. Mei ini merupakan bulan yang paling mematikan bagi tentara AS dalam empat tahun peperangan. Lebih dari 100 tentara AS tewas, kebanyakkan akibat bom pinggir jalan. Militer AS juga mengatakan, gerilyawan Syi`ah menerima dana dan pelatihan di Iran. Pada Februari, pasukan AS menangkap lima warga Iran yang dituduh memiliki hubungan dengan Garda Revolusi Iran, kendati Iran mengatakan mereka itu adalah para diplomat. Penahanan empat warga Iran itu merupakan salah satu posisi tawar AS di meja perundingan, kendati Menlu Iran Manouchehr Mottaki mengatakan pakan lalu, ia telah mendapat kepastian dari Menlu Irak Hoshoyar Zebari bahwa mereka akan dibebaskan pada 21 Juni. Kendati telah 27 tahun pembekuan hubungan formal, para pejabat tingkat menengah AS dan Iran kerap melakukan pertemuan, terutama akhir-akhir ini, untuk membicarakan konflik di Afghanistan sebelum dan sesudah pengusiran Taliban oleh koalisi pimpinan AS. Pertemuan Senin itu menyusul konferensi tentang Irak di Mesir awal bulan ini. Sebelumnya Menlu AS Condoleezza Rice dijadwalkan akan mengadakan pertemuan dengan Mottaki di sela-sela konferensi itu namun pertemuan itu tidak terlaksana. Tempat dan waktu pertemuan belum ditentukan, diduga kuat akibat masalah keamanan, sepertinya akan dilakukan di kawasan paling aman zona hijau di gedung kedutaan AS dan gedung pemerintah Irak. Para gerilyawan melakukan serangan kawasan itu dengan mortir dan roket yang umumnya tepat sasaran dalam pekan-pekan terakhir ini.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007