Jember (ANTARA News) - Peraih Nobel tahun 2008 dalam bidang kedokteran Prof Harald zur Hausen berbicara tentang penyebab kanker usus besar dalam kegiatan "The 2nd International Conference on Life Science and Biotechnology" (ICOLIB) 2017 di Universitas Jember (Unej), Jawa Timur, Senin.

Di hadapan ratusan akademikus dan peneliti, Prof Harald zur Hausen menjelaskan adanya keterkaitan antara konsumsi daging merah dan susu dengan peluang serangan penyakit kanker, terutama kanker usus besar.

"Dari hasil penelitian yang saya lakukan menyebutkan banyak penderita kanker khususnya kanker usus besar (colon) berasal dari negara yang dikenal sejak lama mengonsumsi daging merah yang cukup tinggi seperti Argentina, Uruguay dan Selandia Baru," katanya di Universitas Jember.

Dalam paparannya berjudul "Infectious Agents in Bovine Red Meat and Milk and Their Potential Role in Cancer and Other Chronic Diseases" itu, ia mengemukakan khusus di Asia, kenaikan penderita kanker usus besar terjadi di Jepang dan Korea Selatan yang tidak lepas dari perubahan gaya hidup.

Paparan hasil riset guru besar asal Heidelberg University Jerman itu memantik diskusi seperti pertanyaan yang disampaikan oleh Muslim Rasyid dari Universitas Andalas, Padang.

"Salah satu masakan yang terkenal dari Padang adalah rendang yang berbahan daging, lantas apakah pembuatan rendang yang memakai banyak rempah mampu meminimalkan potensi kanker," tanyanya.

Menjawab pertanyaan itu, Prof Harald zur Hausen menganjurkan adanya penelitian lanjutan karena dirinya belum meneliti hal itu, namun menurutnya potensi kanker akibat mengonsumsi daging merah lebih besar jika seseorang sering mengonsumsi daging merah yang tidak dimasak secara matang seperti susi atau steak dalam jumlah banyak.

Kegiatan ICOLIB 2017 yang digelar oleh Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unej itu dibuka oleh Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Intan Ahmad.

Dalam sambutannya, Dirjen Belmawa mengapresiasi agenda rutin ICOLIB, apalagi berhasil mengundang peraih Nobel karena tidak mudah dilakukan oleh perguruan tinggi di Indonesia.

Ia juga meminta kepada akademikus dan peneliti yang menjadi peserta untuk memanfaatkan kesempatan emas bertemu dan berdiskusi dengan peraih Nobel di bidang kedokteran itu, sehingga kegiatan tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh seluruh partisipan.

"Saat ini adalah eranya bioteknologi yang ditandai dengan pesatnya kajian di bidang terapi dengan sel punca, bahan nbakar hayati dan lainnya. Oleh karena itu tepat kiranya menghadirkan Prof Harald zur Hausen yang sudah dikenal luas khususnya di dunia kedokteran," tuturnya.

Guru besar Entomology itu juga menyinggung kondisi perguruan tinggi di nusantara yang masih menghadapi berbagai persoalan seperti masih perlunya peningkatan kuantitas dan kualitas penelitian, paten, serta kesenjangan mutu antarperguruan tinggi.

"Kegiatan sepert ICOLIB diharapkan dapat menjadi wahana bagi para peneliti dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian untuk saling berdiskusi dan membuka kesempatan kerja sama, harapannya disparitas antarperguruan tinggi dapat teratasi," katanya.

Ia mengatakan Kemenristekdikti telah melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan publikasi ilmiah dan hal itu terlihat dari data terakhir yakni jumlah publikasi ilmiah Indonesia sudah setara dengan Thailand dengan topik terbanyak publikasi ilmiah adalah keteknikan, pertanian dan bioteknologi.

Sementara Rektor Universitas Jember menegaskan tekad Kampus Tegalboto Unej untuk terus menyelenggarakan berbagai kegiatan ilmiah seperti ICOLIB, termasuk menghadirkan para pakar kelas dunia.

"Apalagi Universitas Jember terus berusaha mengembangkan bioteknologi khususnya di bidang pertanian, pangan dan kesehatan," katanya.

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017