Jakarta (ANTARA News) - Kalangan pengusaha minyak sawit meminta ketegasan pemerintah atas rencana kenaikan pajak ekspor (PE) minyak sawit mentah (CPO) agar tidak terjadi fluktuasi harga di pasar internasional sementara Program Stabilisasi Harga (PSH) masih berlangsung. "Kepastian PE atau Domestik Market Obligation (DMO) harus ada karena (pemerintah) bilang ada kenaikan PE, harga internasional akan naik, suplai ke luar negeri akan kurang. Serba susah kalau tidak ada ketegasan," kata Ketua Harian Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Franky O. Widjaja, usai Operasi Pasar (OP) minyak goreng di Kelurahan Johar Baru, Jakarta, Rabu. Franky yang juga Chief Executive Officer (CEO) Sinar Mas Agribusiness and Food mengingatkan pengenaan PE yang tinggi akan berpengaruh terhadap petani kelapa sawit yang jumlahnya mencapai 38 persen dari total lahan produksi minyak sawit nasional. "Kalau dikenakan PE, mereka harus mensubsidi ke industri besar dan menjual murah ke industri. Jadi, tidak tepat sasaran (menstabilkan harga minyak goreng)," jelasnya. Ia berharap PSH yang awalnya bersifat sukarela bisa dilanjutkan dengan program DMO yang alokasinya ditentukan berdasarkan luas pemilikan lahan kelapa sawit. "Supaya adil, misalnya DMO hanya untuk perusahaan dengan luas lahan di atas 1.000 hektar, jadi yang kecil-kecil tidak usah ikut. Alokasinya misalnya 10-15 persen dari produksi total perusahaan," katanya. Para produsen CPO, lanjut dia, tidak keberatan untuk memasok kebutuhan minyak goreng curah di dalam negeri yang mencapai 1,2-1,8 juta per tahunnya. "Kami berusaha program ini sukses dulu, tapi PE `is a last resort` (upaya terakhir). Kami berasumsi PSH sukses dan itu (kenaikan PE) tidak ada. Kalau mau dari pertama, tidak perlu ada percobaan ini (PSH)," katanya. Para pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki), lanjut dia, masih akan melakukan investarisasi agar target komitmen pasokan CPO untuk minyak goreng dalam rangka PSH bisa maksimal hingga 150 ribu ton. Franky memperkirakan jika tidak ada hambatan cuaca dan lainnya, serta kepastian PE atau PSH yang dilanjutkan dengan DMO, maka harga CPO internasional akan stabil dan menurun hingga 600-650 dolar AS per ton. Ketua Umum Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI), Adiwisoko Kasman mengatakan PSH akan berhasil jika seluruh produsen CPO ikut terlibat. "Kita coba tahan harga di pasar Rp7.000 per kg dengan catatan semua sama-sama ikut laksanakan PSH," katanya. Menurut Adi, harga rata-rata minyak goreng di Indonesia mencapai Rp7.800 per kg sedangkan di luar negeri sudah mencapai Rp9.500 hingga Rp10.000 per kg. Sementara itu, harga minyak goreng curah di pasar di Jakarta masih sekitar Rp9.000 per kg.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007