Gorontalo (ANTARA News) - Menteri Perindustrian dan Pedagangan (Menperindag) RI, Fahmi Idris, mengatakan bahwa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak tepat lagi digunakan dalam kondisi negara saat ini dan sebaiknya diganti dengan instrumen lain. "Pemerintah seharusnya tidak bisa lagi memakai instrumen SBI, jika menginginkan perubahan di sektor usaha kecil menengah," kata Fahmi, dalam kunjungannya ke Gorontalo, Kamis. Menurut dia, masalah utama yang dihadapi sektor usaha kecil menengah adalah permodalan, yang sebagian besar diperankan oleh perbankan di Indonesia. Ia menjelaskan, jika ingin mendongkrak pertumbuhan sektor tersebut, maka sebaiknya tingkat suku bunga bank mencapai 7,5 hingga 8 persen, sehingga perlu dilakukan sejumlah perubahan di tingkat perbankan, seperti halnya SBI. Ia menambahkan, tidak ada alasan lagi bagi pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia untuk mempertahankan SBI sebagai instrumen yang dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar, karena kontradiktif dengan keinginan pemerintah untuk membantu masyarakat dalam permodalan untuk pengembangan usaha kecil dan menengah. SBI, kata dia, merupakan surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga dan merupakan salah satu mekanisme yang digunakan untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu, yang kemudian digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007