Tolitoli, Sulteng (ANTARA News) - Tujuh mantan anggota DPRD Tolitoli, Sulteng, masa bakti 1999-2004 ditetapkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah beberapa kali mereka tidak memenuhi panggilan kejaksaan setempat, bahkan ketika hendak ditahan mereka tidak ditemukan di rumahnya. Menurut Kepala Kejari Tolitoli, Fachruddin Siregar, Jumat sore, ketujuh mantan wakil rakyat yang terlibat korupsi ini telah masuk DPO sejak Senin lalu karena beberapa kali peringatan untuk menyerahkan diri dan menjalani hukuman tidak juga mereka indahkan. Fachruddin meminta masyarakat berpartisipasi dengan segera melaporkan kepada yang berwajib jika mengetahui keberadaan para terpidana. Kajari Fachruddin menilai, para terpidana tidak menunjukkan sikap kooperatif dalam menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA) tentang penolakan kasasi mereka. Salah satu indikasinya, menurut dia, bahwa sampai Jumat (8/6) belum ada satu pun yang datang melapor. Bahkan dilakukan pemanggilan paksa pada Jumat siang dengan mendatangi masing-masing rumah terpidana, beberapa keluarga terpidana tidak mengatakan sejujurnya dimana terpidana berada. "Bahkan ada istri dari seorang terpidana tidak mengetahui kemana suaminya pergi," kata dia. Selain itu, ada juga keluarga terpidana yang mengatakan, yang bersangkutan berada di Jl MH Thamrin No. 1 C di Palu. Tetapi setelah ditelusuri melalui bantuan pihak kepolisian setempat ternyata alamat rumah yang dimaksud tidak ada. Dari hasil penjemputan paksa tersebut juga menunjukkan hampir semua terpidana tidak jelas keberadaannya. Jika status mereka sedang berobat, mestinya diketahui dimana rumah sakit tempat mereka berobat. Sebelumnya pengacara empat dari tujuh terpidana, Eky Rasyid, SH menyatakan bahwa kliennya selama ini masih kooperatif dalam menjalani putusan MA tentang penolakan kasasi mereka. "Tetapi karena kondisi mereka lagi sakit, sehingga tertunda menghadiri panggilan kejaksaan," kata Eky. Terkait dengan belum adanya surat keterangan dokter yang diserahkan ke kejaksaan, Eky mengatakan kliennya belum bisa menyerahkan surat keterangan dokter seperti yang diminta eksekutor karena sedang menunggu mereka kembali dari berobat. "Saya pikir satu dua hari ini mereka juga akan tiba di Tolitoli," kata Eky. MA melalui putusannya No. 1751/K/Pid/2005 tertanggal 22 Desember 2005 menolak permohonan kasasi tujuh terpidana kasus korupsi DPRD Tolitoli periode 1999-2004, sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Tinggi/PT Sulteng. Tujuh terpidana yang kasasinya ditolak MA tersebut adalah Dahyar Alatas (mantan wakil ketua DPRD), AR Katiandago (mantan anggota), Hasbi Bantilan (mantan anggota) dan Abd Halik (kini sebagai wakil ketua DPRD Tolitoli), M Arief Muluk (mantan anggota DPRD), Irwan A.R Moh Said (mantan anggota), dan Sarpan M Said (kini menjabat ketua fraksi Partai Golkar DPRD Tolitoli). Pengadilan Negeri Tolitoli pada 16 April 2005 menjatuhkan vonis kepada mereka antara 1,8 tahun hingga 2,5 tahun penjara. Tapi di tingkat banding, PT Sulteng menambah hukuman mereka antara lima hingga enam tahun penjara, selain masing-masing diwajibkan membayar denda Rp50 juta serta uang mengganti Rp150 juta. Vonis ini lebih rendah dibanding tuntutan tim JPU dari Kejari Tolitoli diketuai Hendra Hermawan dengan 12 tahun penjara, disebabkan kerugikan negara (dana APBD Tolitoli tahun 2002-2003) yang ditimbulkan akibat perbuatan terdakwa sangat besar mencapai Rp4,5 miliar. Sebelumnya, Kejari Tolitoli juga telah melayangkan surat ke Kejaksaan Agung untuk melakukan cegah-tangkal (cekal) terhadap tujuh terpidana, guna mengantisipasi mereka melarikan diri ke luar negeri.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007