Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyetujui Komisi Yudisial (KY) mempercepat penyelesaian revisi UU Komisi Yudisial, guna memberi fungsi pengawasan dan tugas terhadap jajaran hakim. Hal itu disampaikan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata, usai mendampingi Presiden Yudhoyono menerima Ketua KY, Busyro Muqaddas, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin. Andi menjelaskan revisi KY terkait adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan beberapa pasal dari UU KY, khususnya menyangkut tugas mengenai pengawasan hakim. "Presiden memberi respon supaya revisi UU KY dijadikan prioritas oleh pemerintah bersama dengan DPR dan segera dibicarakan dengan Badan Legislasi Nasional tahun ini juga," kata Andi. Sementara itu, Ketua KY Busyro mengemukakan Presiden sangat memperhatikan bahwa reformasi di bidang hukum sangat penting. Karena itu, lembaga terkait di bidang penegakan hukum (law enforcement) diharapkan dapat lebih sinergis dan komunikatif. "Presiden juga mengharapkan agar putusan hakim nantinya bisa lebih adil, lebih logis, dan lebih rasional," kata Busyro, merujuk keprihatinan Presiden terkait putusan "illegal logging" yang banyak membebaskan terdakwa. Untuk itu, katanya, Presiden berharap KY tetap memperhatikan proses reformasi peradilan supaya lebih bekerja sama dengan lembaga lain terkait. "Presiden mengatakan di Indonesia tidak boleh ada lembaga negara dan lembaga publik yang tidak bisa di kontrol, karena itu akan berbahaya. Artinya pejabat publik harus bisa di-chek atau dikontrol oleh publik," kata Presiden, seperti diungkapkan Busyro. Pada era kebebasan, perlu ditetapkan bahwa hukum adalah sebagai panglima, demikian pernyataan Presiden yang disampaikan Busyro. "Beliau juga sangat prihatin dan berharap jangan sampai kebebasan itu dikendalikan politik. Ini sangat berbahaya," Kata Busyro mengutip perkataan Presiden. Dalam pertemuan itu, Ketua KY juga melaporkan kepada Presiden soal program kerja terkait laporan masyarakat atas kinerja para hakim. Sejak didirikan Agustus 2005, KY telah menerima sebanyak 1.175 laporan. "Berdasarkan laporan masyarakat itu, KY telah melakukan penelitian apakah ada indikasi putusan hakim melanggar kode etik atau tidak," ujarnya. Masa kerja Selain itu, revisi itu juga akan mengatur menyangkut masa usia kerja hakim, termasuk apakah masa jabatan dapat diperpanjang atau tidak. Menurut revisi yang diajukan ke DPR itu, ada masa perpanjangan dan Presiden menyatakan prinsipnya setuju kalau akan diperpanjang lagi dengan memperhatikan kondisi prestasi luar biasa. "Namun, menurut KY tidak ada masa perpanjangan dengan alasan bahwa pergantian dilakukan untuk kaderisasi dan regenerasi," tegas Busyro. Pada pertemuan dengan KY itu, Presiden juga memberi dukungan atas usulan peningkatan kesejahteraan para hakim. Busyro menjelaskan Presiden secara prinsip menyetujui kenaikan gaji hakim, yang diatur bersamaan dengan renumerasi gaji pejabat publik, sehingga semua pejabat publik lebih proporsional. "Kami usulkan, hakim 0 (nol) tahun masa kerja mendapatkan 'take home pay' sebesar Rp8.769.000 per bulan, terdiri atas gaji pokok dan sejumlah tunjangan, termasuk tunjangan pembelian buku agar hakim bisa mengakses perkembanan buku yang cukup dinamis," ujarnya. Sedangkan untuk hakim tingkat banding "take home pay" mencapai Rp19.525.400 per bulan, dan Hakim Agung sekitar Rp30 juta. Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata menjelaskan revisi UU KY sesuai amanat konstitusi tidak ada batas waktu pembahasan, namun lebih cepat lebih bagus. "Untuk itu Presiden berpendapat agar prosesnya yang ditempuh dengan revisi itu agar Menteri Hukum dan HAM meningkatkan intensitas komunikasi dengan DPR, dan Baleg," ujar Andi Mattalata. Ia juga menjelaskan telah membentuk tim pembentukan draft revisi UU KY yang disusun setelah melakukan serangkaian diskusi dengan kampus-kampus terkemuka, termasuk dengan para pakar hukum tata negara. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007