Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Rejanglebong Provinsi Bengkulu mengoptimalkan pengelolaan 1.800 hektare kawasan hutan yang dapat diakses masyarakat lewat skema hutan kemasyarakatan (Hkm).

"Ijin pertama yang terbit untuk hutan kemasyarakatan di Rejanglebong tahun 2009 dan saat ini sudah ada seluas 1.800 hektare," kata Wakil Bupati Rejanglebong, Iqbal Bastari di Jakarta, Jumat.

Saat menghadiri Konferensi Tenurial pada diskusi panel 9 dengan tema Pengembangan Ekonomi Berbasis Masyarakat Melalui Ragam Inovasi dan Investasi UMKM Kehutanan, Iqbal yang menjadi salah satu pembicara mengatakan hutan kemasyarakatan sangat strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Di kawasan seluas 1.800 hektare HKm di wilayah itu ada sebanyak 700 kepala keluarga yang mengakses lahan pertanian kawasan hutan dengan komoditas utama yakni kopi.

Selain tanaman kopi, pemerintah daerah mendorong petani hutan untuk mengembangkan komoditi yang menghasilkan komoditi bukan kayu antara lain pohon durian, enau dan jasa wisata.

"Rejanglebong juga merupakan sentra enau yang menghasilkan gula merah serta durian lokal dengan cita rasa khas," ucapnya.

Khusus untuk kopi, ucap dia, produksi yang dihasilkan dari lahan seluas 1.800 hektare itu hanya sebanyak 800 ton per tahun. Produksi tersebut dianggap rendah, sebab lahan yang diakses masyarakat tidak seluruhnya ditanami kopi.

Untuk peningkatan pengolahan komoditi hutan sosial berupa kopi, pemerintah daerah menyiapkan kegiatan Festival Kopi 2017 yang akan digelar pada November 2017 di Curup, Rejanglebong.

"Akan ada 1.000 gelas kopi yang akan dibagikan gratis kepada pengunjung festival untuk mengenalkan kopi khas Rejanglebong," katanya.

Kopi yang diolah tersebut merupakan produksi dari kelompok hutan kemasyarakatan dari wilayah Rejanglebong tersebut. Tujuannya, untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar hutan, sebagaimana tujuan program perhutanan sosial yakni mewujudkan keadilan ekonomi.

Konferensi Tenurial 2017 digelar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Kantor Staf Presiden serta Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Tenurial untuk mengevaluasi program Perhutanan Sosial dan Reforma Agraria (RAPS) yakni pemberian hak akses serta perluasan wilayah kelola rakyat seluas 21,97 juta hektare.

Pewarta: Helti Marini Sipayung
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017