Surabaya (ANTARA News) - Tersangka teroris Arif Syaifudin alias Firdaus alias Wito (29), ternyata ditangkap atas dasar Surat Perintah Penangkapan (SPP) dari Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI (Bareskrim Polri) pada Senin (11/6) sore, sehingga bukan ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88/Anti-Teror Polri. "Arif ada di Kantor Direktorat I Keamanan dan Transnasional Bareskrim Polri, bukan ditangkap di kantor Densus-88/Antiteror," ujar koordinator Tim Pembela Muslim (TPM) Jawa Timur, Fahmi H. Bachmid SH MH, kepada ANTARA News di Surabaya, Rabu. Ia menjelaskan, SPP yang ditandatangani Direktur I Keamanan dan Transnasional Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Surya Dharma, itu mengaitkan Arif dengan aksi teroris. Dalam surat itu, Arif disebut-sebut terlibat serangkaian aksi teroris yang dilakukan Sarwo Edi Nugroho alias Suparjo alias Suparman dan kawan-kawan pada 20 Maret 2007 pukul 18.30 WIB di Jalan Ring Road Lingkar Utara Depok Maguwoharjo, Yogjakarta, kemudian Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Timur (Jatim). "Jadi, Arif belum tentu melakukan tindak pidana teroris, melainkan membantu aksi teroris kelompok Sarwo Edi Nugroho dan kawan-kawan, karena itu Arif tak seharusnya dijerat dengan UU Terorisme, tapi cukup dengan UU Darurat," tegasnya. Oleh karena itu, katanya, pihaknya akan melakukan praperadilan, karena Arif dijerat dengan pasal 9, 13, 15, dan 18 UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, padahal Arif ditangkap dengan data-data intelijen. "Kalau dengan data-data intelijen, Arif tidak bisa dijerat dengan UU Terorisme, tapi dengan UU Darurat 12/1951, tapi penetapan Arif sebagai tersangka juga harus seijin pengadilan, kecuali dia memang teroris," ungkapnya. Dalam surat penangkapan yang dikeluarkan 6 Juni 2007 itu disebutkan Arif ditangkap enam polisi yang dipimpin Ipda Aris Purwanto. Arif dikabarkan "menghilang" tertangkap Satuan Tugas (Satgas) Bom Markas Besar (Mabes) Polri pada Senin (11/6) sore yang akhirnya langsung dibawa ke Mabes Polri. Tetangga dan keluarga Arif tidak menyangka tuduhan teroris, karena Arif yang membuka toko pracangan dan servis helm itu dikenal ramah, sopan, pemeluk Islam yang taat dan sering menyapa tetangga, tapi isterinya memang memakai cadar. Data yang ada di Kelurahan Wonokromo mencatat, Arif Syaifudin dilahirkan di Lamongan pada 2 Agustus 1978, sedangkan isterinya Mifthachul Jannah yang kelahiran Surabaya pada 3 Desember 1981. Di Surabaya, Tim Densus 88/Antiteror sebelumnya menangkap tertuduh teroris lainnya, Maulana Yusuf Wibisono, alias Kholis dan Doni. Arif bersama Doni itulah yang diduga mengetahui bom yang dibawa ke Poso dan Jakarta. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007