Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Hendarman Supandji menyetujui usulan penghentian penuntutan kasus penjualan aset Pabrik Gula Rajawali III di Gorontalo oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). "Setelah melakukan penelitian, tidak ditemukan unsur perbuatan melawan hukum dan merugikan keuangan negara, oleh karena itu kami ajukan usulan pada Jaksa Agung untuk dihentikan penuntutannya supaya tidak terkatung-katung. Jaksa Agung menyetujui," kata Kemas Yahya Rahman, Sekretaris JAM Pidsus di Kejaksaan Agung, Jumat. Kemas menjelaskan, setelah dirinya menjadi Ses JAM Pidsus, ia diminta untuk mempelajari dan meneliti hasil penyidikan kasus dugaan korupsi BPPN sehubungan penelitian prapenuntutan. Penelitian prapenuntutan, menurut dia, perlu dilakukan untuk memperkuat kasus sebelum dibawa persidangan dan untuk mencegah jaksa membawa kasus yang lemah ke persidangan dengan risiko vonis bebas. "Dari keterangan saksi-saksi fakta dan saksi-saksi ahli yang kita periksa, semua berpendapat bahwa pengalihan aset yang dilakukan telah sesuai ketentuan hukuman yang berlaku sehingga para ahli mengatakan tidak ada perbuatan melawan hukum," kata Kemas. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kata dia, juga telah melakukan audit investigasi dan berkesimpulan tidak ada kerugian negara. "Unsur perbuatan melawan hukum dan merugikan keuangan negara sehingga sesuai KUHAP dihentikan penuntutannya," ujar Ses JAM Pidsus. Lebih lanjut ia menambahkan, keputusan untuk menghentikan penuntutan itu pastinya akan menimbulkan pro dan kontra. "Pihak-pihak yang keberatan bisa mengajukan praperadilan sebagaimana diatur dalam KUHAP," kata Kemas. Saat masih menjabat JAM Pidsus, Hendarman Supandji telah mengusulkan pada Jaksa Agung (saat itu) Abdul Rahman Saleh agar penuntutan kasus dugaan korupsi penjualan pabrik gula Rajawali III di Gorontalo oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dihentikan. Rekomendasi penghentian penuntutan kasus itu, menurut dia, dilakukan atas hasil audit investigasi BPK dan BPKP serta pengakuan lima saksi yang diperiksa penyidik (mantan BPPN, prosedur lelang, Bank Indonesia dan Perbankan) dimana saksi menemukan perbuatan melawan hukum dalam lingkup pembeli namun hal itu dinilai bersifat perdata. Sementara tindak pidana korupsi adalah perbuatan melawan hukum antara penjual dalam hal ini BPPN dengan pembeli. Selain itu, kerugian negara yang dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai apraisal (penaksir) dinilai oleh saksi ahli tidak dapat dilakukan karena fungsi BPKP adalah sebagai auditor bukan penaksir harga barang. Sebelumnya Kejaksaan telah menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut yaitu, yaitu mantan Kepala BPPN, Syafruddin Tumenggung dan Komisaris PT Rajawalli III Nyono Soetjipto yang sempat menjalani penahanan di Rutan Kejari Jakarta Selatan. Pada 3 Februari 2006, Syafruddin Tumenggung ditetapkan sebagai tersangka terkait kapasitasnya sebagai Kepala BPPN saat itu yang telah menjual aset negara yang dikuasakan kepada BPPN tersebut hanya dengan harga Rp84 miliar sementara nilai pabrik itu ditaksir ratusan miliar.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007