Jakarta (ANTARA News) - Menteri Sosial (Mensos) Bachtiar Chamsyah menyilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dan meminta keterangan dari staf dan pejabat di lingkungan departemennya guna mengusut dugaan korupsi dalam pengelolaan dana pemberdayaan fakir miskin. "Sebagai menteri saya menyuruh staf saya supaya mau diperiksa atau dimintai keterangan. Kita tidak boleh menghalangi sebab itu sudah diperiksa BPK dan mereka perlu klarifikasi pada Dirjen tentang kebenarannya," kata Bachtiar di Jakarta, Jumat. Usai acara penerimaan bantuan dari Islamic Relief Indonesia, Bachtiar menjelaskan bahwa dugaan inefisiensi pengelolaan dana pemberdayaan fakir miskin itu dilaporkan oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM). "Saya mendapat laporan bahwa ada info dari LSM yang menyebutkan bahwa ada yang perlu diklarifikasi dalam program pengadaan mesin jahit dan pengadaan sapi," ujarnya. Tentang kegiatan pengadaan mesin jahit untuk fakir miskin yang tidak tepat sasaran dan antara lain digunakan oleh pabrik konveksi, Bachtiar menjelaskan bahwa di beberapa daerah pelaksanaan program itu memang dilakukan bekerja sama dengan pabrik konveksi tapi peruntukannya bukan untuk pabrik konveksi. "Di Tangerang pengadaan mesin jahit memang kerjasama dengan pabrik konveksi, tapi mesin bukan milik konveksi," ujarnya. Berkenaan dengan dugaan korupsi pengelolaan dana pemberdayaan fakir miskin di Departemen Sosial, KPK telah memanggil dan memintai keterangan Staf Ahli Menteri Sosial Akib Masri pada 12 Juni 2007 dan Kasubdit Pemberdayaan Fakir Miskin, Sonny W Manalu pada 13 Juni 2007. Pada Jumat, selama dua setengah jam, KPK juga meminta keterangan dari Direktur Jendral Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial Gunawan Sumodiningrat mengenai pelaksanaan kegiatan pemberdayaan fakir miskin tersebut di gedung KPK. Pemeriksaan dilakukan karena sampai semester II Tahun Anggaran 2005 audit BPK menghasilkan 70 temuan pemeriksaan di Departemen Sosial senilai Rp287,89 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak 63 temuan senilai Rp189,28 miliar telah ditindaklanjuti. Temuan BPK itu di antaranya adalah adanya inefisiensi anggaran pada kegiatan pengadaan mesin jahit dan sapi potong. Pada 2004 Departemen Sosial bekerja sama dengan PT Ladang Sutera Indonesia (Lasindo) dalam pengadaan 6.000 unit mesin jahit senilai Rp19,49 miliar. Menurut temuan BPK sasaran penerima bantuan banyak yang tidak tepat, di antaranya pemilik usaha konveksi di Jawa Timur dan Sumatera Utara. Padahal bantuan mesin jahit berspesifikasi kecepatan tinggi dengan konsumsi arus listrik tinggi itu sebenarnya ditujukan untuk membantu masyarakat miskin yang kapasitas listrik di rumahnya tidak mencukupi untuk operasi mesin jahit tersebut. Karena tidak tepat sasaran dan tidak tercapainya tujuan program, BPK menemukan anggaran senilai Rp10,63 miliar dalam program pengadaan mesin jahit tersebut tidak efektif. Pada 2006, BPK kembali menemukan inefisiensi dalam penggunaan dana APBN di Direktorat Jendral Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial. Temuan BPK itu di antaranya berupa kelebihan perhitungan biaya kontrak pengadaan sarana air bersih di Provinsi NTT dan NTB senilai Rp307,91 juta. BPK juga menemukan inefisiensi senilai Rp1,15 miliar pada program pemberdayaan sosial melalui DIPA Dekonsentrasi tahun anggaran 2005 dan 2006 pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007