Jepara (ANTARA News) - Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) yang digelar setiap tiga tahun sekali diibaratkan sebagai ajang olimpiade untuk pondok pesantren di tanah air, kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

"Di dalam MQK, masing-masing santri menunjukkan kemampuannya dalam membaca teks kitab kuning sebagai khasanah klasik dan menjadi rujukan umat Islam," ujarnya ditemui usai membuka MQK ke-VI di Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin Balekambang, Kabupaten Jepara, Jumat.

Selain membaca dan memahaminya, lanjut dia, para santri juga harus mengartikulasikan lagi dan mejelaskannya di depan dewan hakim.

Menurut dia, digelarnya MQK juga sebagai ajang untuk memasyarakat kitab kuning ke dunia luas, khususya masyarakat umum bahwa kitab kuning merupakan khasanah keilmuan yang luar biasa yang harus dijaga dan pelihara.

Apalagi, lanjut dia, kitab kuning hakekatnya merupakan rujukan utama sejak dulu dalam memahami Alquran dan hadist.

"Khasanah keilmuan dalam kitab kuning itu juga cukup kaya bicara tentang hukum pemerintahan dan lain sebagainya," ujarnya.

Kegiata MQK tahun ini, lanjut dia, juga terdapat perlombaan berdebat dengan materi konstitusi yang basis argumentasi dan alasan yang mereka sampaikan dengan rujukan kitab kuning.

"Pasalnya, kitab kuning juga kaya bicara tentang konstitusi," ujarnya.

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama Republik Indonesia Ahmad Zayadi menambahkan, MQK tahun ini memang berbeda dengan kegiatan sebelumnya, karena tahun ini terdapat "debat konstitusi berbasis kitab kuning".

Ia mengatakan, debat tersebut merupakan salah satu upaya untuk meneguhkan semangat nasionalisme dan kebangsaan berbasis pemahaman keislaman, terutama merujuk pada literatur kitab kuning di pondok pesantren.

Melalui kajian kitab kuning, kata dia, para santri di pondok pesantren tentu medapatkan ilmu pegetahuan keislaman yang moderat.

"Mereka tentu menjunjung tinggi perbedaan serta mengajarkan perdamaian dan saling menghormati," ujarnya.

Tradisi kajian kitab kuning di pondok pesantren, kata dia, menjadi roh kesilaman, baik untuk komunitas pondok pesantren maupun masyarakat muslim Indonesia.

MQK yang akan berlangsung pada 2-4 Desember 2017 ini, lanjut dia, diikuti 1.456 santri putra dan putri yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia dan sejumlah pembina, termasuk dari pimpinan pemerintah daerah.

Kegiatan MQK tersebut, kata dia, merupakan bagian dari ikhtiar menegakkan ulama untuk mewujudkan pendidikan Islam Indonesia sebagai disertasi pedidikan Islam dunia.

"Dalam kondisi situasi sosial politik yang kurang menguntungkan yang terjadi beberapa negara muslim, pendidikan Islam di Indonesia diharapkan menjadi salah satu alternatif tujuan studi Islam iternasional," ujarnya.

Rencananya, lanjut dia, mulai tahun depan MQK akan diupayakan bisa digelar setiap dua tahun sekali, setelah sebelumnya digelar setiap tiga tahun sekali. ***4***

(U.KR-AN/B/H005/H005) 01-12-2017 20:14:50

Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017