Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah terus mencari berbagai upaya agar biaya konstruksi Rumah Susun Sederhana (Rusuna) dapat ditekan seefisien mungkin, tanpa harus mengurangi standar keamanan dan kenyamanan. "Saat ini biaya konstruksi sudah dapat ditekan sampai Rp1,8 juta per meter persegi, dari semula Rp2,1 juta per meter persegi," kata Deputi Perumahan Formal Kementerian Negara Perumahan Rakyat, Zulfi Syarif Koto, saat dihubungi, Rabu. Menurut Zulfi, sesuai hasil dari Penelitian Pengembangan Pusat Permukiman (Puskim) Departemen PU, ternyata biaya konstruksi untuk membangun Rusuna bisa ditekan sampai Rp1,8 juta per meter persegi. "Sebenarnya bisa ditekan sampai dengan Rp1,6 juta per meter persegi, tetapi nanti kasihan kontraktornya. Mengingat untuk membangun hunian bertingkat terkadang ditemui hal-hal yang tidak terduga," ujarnya. Menurut dia, daripada nanti dibuat Rp1,6 juta, tetapi mengorbankan spesifikasi bangunan, maka kemudian diambil Rp1,8 juta, namun semua syarat dapat dipenuhi, termasuk standar keamanan dan kenyamanan. Hal tidak terduga yang dimaksud, kata Zulfi, dapat dilihat saat membangun rumah. Biasanya kalau bahan bangunan masuk, ada saja pungutan tidak terduga untuk biaya bongkar muat, sehingga ini yang dipakai sebagai pertimbangan. Sedangkan menurut Sekretaris Kementerian Negara Perumahan Rakyat, Noer Soetrisno, sesuai Keppres No. 22 tahun 2006 mengenai Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rusun di Kawasan Perkotaan, saat ini sudah disiapkan program pembangunan Rusuna di 10 kota besar. Menurutnya, selain Jakarta, sasaran berikutnya pembangunan Rusuna berlokasi di Batam, Medan, Palembang, Surabaya, Bandung, serta sejumlah kota lain yang akan dilakukan sosialisasi mengenai insentif yang diberikan pemerintah. Noer mengharapkan dengan telah berjalannya pembangunan Rusuna di DKI Jakarta dapat diikuti daerah lain di Indonesia. "Saya harap daerah dapat menangkap peluang yang telah diberikan," kata Noer. Pemerintah saat ini telah menyiapkan insentif pembangunan Rusuna berupa fasilitas pembebasan PPN untuk Rusuna (apartemen) yang ditawarkan dengan biaya kurang dari Rp144 juta per unit, seta fasilitas subsidi selisih bunga yang saat ini tinggal menunggu aturannya (Permen). Berdasarkan informasi, subsidi diberikan ke dalam empat kelompok penghasilan, yakni Rp1 juta sampai Rp1,7 juta maksimal harga Rusuna Rp90 juta maksimal selisih bunga 9 persen (10 tahun), Rp1,7 juta sampai Rp2,5 juta harga Rusuna Rp110 juta maksimal selisih bunga 6 persen (9 tahun). Kemudian penghasilan Rp2,5 juta sampai Rp3,5 juta maksimal harga Rusuna Rp125 juta maksimal selisih bunga empat persen (enam tahun), dan Rp3,5 juta sampai Rp4,5 juta maksimal harga Rusuna Rp144 juta maksimal selisih bunga tiga persen (lima tahun). Menurut Noer dengan harga rumah sederhana (RSh) yang mendapat fasilitas subsidi dari pemerintah dengan harga kurang dari Rp49 juta, sangat sulit mendapatkan lokasi di pusat kota, sebagian besar justru berlokasi di luar kota. Sehingga masyarakat harus mengeluarkan biaya Rp7.000 sampai Rp10.000 setiap harinya untuk sampai ke tempat bekerja di kota. "Ini yang akan kita fasilitasi, terus terang Indonesia sudah ketinggalan jauh dengan negara tetangga untuk hunian di perkotaan," kata Noer. Menurutnya, apabila kebijakan Rusuna ini tidak segera diluncurkan, maka yang menjadi korban masyarakat yang masuk dalam kelompok penghasilan rendah atau kurang dari Rp2,5 juta. Di samping itu, selama ini kita juga lupa ada kelompok masyarakat yang berpenghasilan skala menengah dengan skala penghasilan (Rp2,5 juta sampai Rp4,5 juta yang selama ini luput menjadi perhatian. Mereka juga potensial untuk menghuni di Rusuna, terutama berlokasi di pusat-pusat bisnis, ungkap Noer. Terkait dengan rencana sosialisasi tersebut setelah DKI Jakarta, pemerintah akan melaksanakan hal serupa di Batam, dengan mengundang seluruh pengembang dan pemerintah daerah di kota-kota besar di Sumatera yang selama ini menghadapi masalah permukiman, jelas Noer. (*)

Copyright © ANTARA 2007