Jakarta (ANTARA News) - Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Muria di Jawa Tengah yang direncanakan akan beroperasi pada tahun 2016 masih menghadapi keberatan dari masyarakat sekitar. Keberatan tersebut disampaikan oleh perwakilan warga Jepara, Dr Lilo Sunaryo dalam diskusi publik "Pembangunan PLTN Muria: Manfaat Atau Mudharat" yang diselenggarakan oleh Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) di gedung DPR, Jakarta, Rabu. "Umur reaktor hanya 40 tahun, kalau diperpanjang bisa 60 tahun, tapi limbahnya ditanam disana selama ribuan tahun. Untuk apa kami orang Jepara `nungguin` limbah ribuan tahun," kata Lilo. Sementara menurut Deputi Bidang Pengembangan Teknologi dan Energi Nuklir dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Ir H Adiwardojo, kehadiran PLTN Muria menjadi penting untuk mengantisipasi kebutuhan listrik yang diperkirakan mempunyai laju pertumbuhan sebesar 7,1 persen hingga tahun 2026. "Saat ini juga ketergantungan pembangkit listrik terhadap BBM (bahan bakar minyak) masih tinggi, sebesar 24 persen. Yang menjadi perhatian adalah bagaimana mengurangi konsumsi BBM tersebut menjadi dibawah 20 persen," papar Adiwardojo. Proyeksi kebutuhan listrik di Indonesia dari penelitian yang dilakukan oleh CADES (2002) adalah sebesar 6,08 GWe pada tahun 2005 sementara kapasitas terpasang saat ini sebesar 29,083 MW. "Pembangunan PLTN juga menimalisasikan gas buangan CO2 yang dihasilkan pembangkit listrik lain, yang berarti juga mengatasi masalah global warming," lanjut Adiwardojo. Penolakan masyarakat Jepara, disebut Lilo Sunaryo, selain karena khawatir terjadi kebocoran seperti peristiwa Chernobyl Uni Sovyet( sekarang Rusia), juga karena saat ini PLTU yang beroperasi didaerah tersebut telah menyebabkan sekitar 12.000 hektar air laut tidak dapat dimanfaatkan nelayan karena suhunya yang panas karena merupakan limbah dari PLTU. Lilo menyebutkan pembangunan reaktor nuklir tentu saja akan menimbulkan limbah yang lebih besar karena untuk reaktor sebesar 1.000 MW saja dibutuhkan 2,5 juta liter air untuk mendinginkan reaktor.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007