London (ANTARA News) - Pemberian gelar Knighthood (kesatriaan) kepada Salman Rushdie mengundang protes masyarakat Muslim di Inggris dan juga konflik baru di tengah-tengah kecenderungan Barat untuk "menekan" Iran. "Tidak sepatutnya Ratu Inggris Elizabeth memberikan penghargaan berupa gelar Sir, kalau tidak ada rekomendasi dari pemerintahan Tony Blair," ujar Ahmed J Versi, pendiri dan editor Muslim News, kepada ANTARA di London, Kamis. Dikatakannya pemberian penghargaan ini sangat menyakiti hati sekitar dua juta umat Islam Inggris dan memperlihatkan tidak pekanya pemerintah Inggris terhadap perasaan umat Muslim yang ada di negara itu. Inggris memberikan gelar kebangsawanan kepada pengarang buku "The Satanic Verses" atau "Ayat-ayat Setan", Salman Rusdhie, Sabtu lalu bertepatan dengan ulang tahun ke-81 Ratu Elizabeth II dan ia berhak menggunakan nama depan dengan Sir Salman Rushdie "Inggris boleh saja memberikan penghargaan atau gelar kepada siapapun yang dianggap berjasa, namun alangkah bijaknya apabila juga mempertimbangkan situasi sosial politik dewasa ini," ujar Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) London, Muslimin Anwar. Menurut kandidat Phd di Brunel Business School, London, itu pemberian gelar Knighthood kepada Salman Rushdie dalam situasi politik yang tidak menentu saat ini jelas mengundang konflik baru bukannya perdamaian, apalagi adanya upaya politik Barat untuk `menekan` Iran. Sementara itu, pendiri dan editor Muslim News, Ahmed J Versi, secara terpisah mengatakan bahwa penghargaan yang diberikan kepada Salman Rushdie oleh Ratu Elizabeth membuat marah kaum Muslim Inggris. Bila dilihat ke belakang, sepertinya ada benang merah terhadap pemberian gelar ini dengan berkurangnya apresiasinya dunia Barat terhadap proses demokrasi yang berhasil memilih Ahmadinejad sebagai Presiden Iran. Selain itu, adanya tuduhan terhadap Iran dan Suriah mengenai keterlibatannya dalam membantu perjuangan rakyat Irak melawan tentara pendudukan sekutu yang dikomandani Amerika dan Inggris. Dunia Barat merasa kekalahan sekutu utama mereka di Timur Tengah, yakni Israel, pada perang musim panas lalu di Lebanon melawan pejuang Hizbulloh yang lagi-lagi disinyalir di back-up oleh Iran. Tidak kompaknya dunia dalam menekan Iran yang dituduhkan mengembangkan senjata nuklir yang membahayakan, tampak dengan dibujuknya 15 anggota DK PBB untuk menyetujui Resolusi Dewan Keamanan PBB tentang senjata Nuklir Iran, ujar mantan ketua umum Keluarga Islam Indonesia di Britania Raya (KIBAR) itu. (*)

Copyright © ANTARA 2007