Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia menolak pemberlakuan skema perekrutan langsung dalam pengiriman pekerja migran sektor informal yang diberlakukan pemerintah Malaysia sejak 1 Januari 2018.

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Hery Sudarmanto di Jakarta, Rabu, menegaskan skema pengiriman tersebut tidak sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia, dan karenanya pemerintah mengingatkan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) tidak mengirim pekerja sektor informal yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Berkenaan dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia menerbitkan kebijakan pelarangan kepada PPTKIS untuk melakukan direct hiring pekerja migran Indonesia sektor informal ke Malaysia," kata Hery.

Skema perekrutan itu, ia menjelaskan, memungkinkan pengguna/majikan berhubungan langsung dengan PPTKIS tanpa melalui agensi/mitra usaha sementara aturan yang berlaku di Indonesia.

Hery mengatakan pemerintah Malaysia tidak pernah mengkonsultasikan rencana penerapan skema baru tersebut. Pemerintah Indonesia mengajak Pemerintah Malaysia duduk bersama membahas program perekrutan langsung sekaligus memperbarui nota kesepahaman penempatan pekerja migran Indonesia di sektor informal yang sudah berakhir 31 Mei 2016.

"Kami meminta kejelasan kebijakan direct hiring ini sekaligus mendesak pemerintah Malaysia untuk membahas perjanjian bilateral baru yang akan jadi payung hukum bagi penempatan dan perlindungan PMI di Malaysia," katanya.

Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Hermono menyebut program perekrutan langsung yang diterapkan Malaysia itu belum jelas mekanisme perlindungan dan penempatannya, dan belum diketahui apakah itu sejalan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

"Tujuan Pemerintah Malaysia meluncurkan program direct hiring adalah ingin mengurangi biaya penempatan PMI dengan menghapus peran agensi. Namun kita belum tahu detil skema direct hiring ini apakah sejalan dengan aturan di Indonesia. Kita khawatir skema ini tidak sejalan dengan aturan," tutur Hermono.

Hermono khawatir skema baru tersebut dapat merugikan pekerja migran dan majikan karena sistem perlindungan yang belum diketahui secara jelas.

"Kita tidak tahu ini sesuai atau tidak dengan aturan kita. Kita punya ketentuan sendiri terkait pengiriman pekerja migran. Jadi kita tidak mungkin melakukan pengiriman yang melanggar aturan kita sendiri," ujarnya.

Dirjen Binapenta dan PKK Kementerian Ketenagakerjaan Maruli Apul Hasoloan mengatakan skema pengiriman tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penilaian dan Penetapan Mitra Usaha dan Pengguna Perseorangan, khususnya pasal 2 yang menyebutkan PPTKIS yang melaksanakan penempatan TKI di luar negeri pada Pengguna Perseorangan harus melalui Mitra Usaha di negara tujuan penempatan.

"Berkenaan dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia menerbitkan kebijakan pelarangan kepada PPTKIS untuk melakukan direct hiring pekerja migran Indonesia sektor informal ke negara tujuan penempatan Malaysia," kata Maruli.

Pemerintah Indonesia juga menginstruksikan Atase Ketenagakerjaan di Kuala Lumpur Malaysia agar tidak melayani program perekrutan tersebut.

Direktur Perlindungan Warga Negara dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhamad Iqbal mengatakan hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia sangat penting karenanya dibutuhkan konsultasi mengenai kebijakan yang berkaitan dengan kedua belah pihak.

Dia mengingatkan bahwa kebijakan apa pun yang diterapkan oleh Malaysia berkenaan dengan penempatan dan pelindungan TKI hendaknya dikonsultasikan melalui forum yang ada.

"Aturan terkait PMI harus melibatkan negara penerima dan pengirim untuk memastikan kebijakan tersebut yang terbaik untuk kedua belah pihak. Kebijakan apapun terkait penempatan PMI di Malaysia harus sinkron dengan UU No 18 Tahun 2017," kata Iqbal.

Direktur Intelijen Keimigrasian Yudi Kurniadi mendukung kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan mengenai skema perekrutan langsung yang diterapkan Malaysia.

Yudi mengatakan dalam rangka pengawasan terhadap pekerja migran Indonesia, sejak Januari hingga Desember 2017 pihaknya telah melakukan penundaan permohonan paspor 5.960 orang yang diduga akan bekerja secara tidak prosedural dan menunda keberangkatan 1.016 orang yang sudah ada di bandara.

"Jadi Imigrasi akan mendukung apapun kebijakan Kemnaker terkait program direct hiring Pemerintah Malaysia," tutur Yudi.

Pewarta: Arie Novarina
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018