Jakarta (ANTARA News) - "Maaf ya, sekalian promosi nih," ujar Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sukandar. 

Hal ini diucapkannya beberapa kali kepada para pimpinan media yang ikut dalam kunjungan kerja ke fasilitas industri minyak dan gas (migas) Petronas di Malaysia, pada 24-26 Januari 2018.

Sukandar yang baru diangkat menjadi wakil kepala SKK Migas pada Mei 2017 mendapat tugas mendampingi acara tahunan lembaga tersebut dengan Forum Pemred untuk studi banding.

Jadilah, ia menyisipkan ajakan kepada Petronas untuk meningkatkan investasi BUMN Malaysia itu di Indonesia, tidak hanya di hulu (upstream) tapi juga di hilir (downstream) terutama pada industri petrokimia.

Apalagi Petronas telah memiliki kapabilitas dan pengalaman di sektor petrokimia dan secara masif mengembangkan industri tersebut di dalam negerinya baik untuk memenuhi kebutuhan manufaktur domestik maupun ekspor, termasuk ke Indonesia.

Maket fasilitas industri migas terintegrasi milik Petronas di Kertih, Terengganu, Malaysia, Kamis (25/1). (ANTARA News/Risbiani Fardaniah)

"Bila Petronas mau masuk, kami sangat welcome," ujar Sukandar usai melihat fasilitas industri migas terintegrasi di Kertih, Terengganu, Malaysia, Kamis (25/1).


Petrokimia Terintegrasi

Komplek industri migas terintegrasi yang dibangun di atas lahan 4.000 hektare itu memiliki fasilitas produksi petrokimia mulai dari hulu hingga ke hilir, mulai dari produksi dan terminal gas dengan kapasitas 700 mmscfd (juta standar kaki kubik per hari) sampai dengan produksi bahan kimia seperti amonia, benzene, butanol, etiline, glicol, dan propilene.

Selain itu, infrastruktur lainnya juga dibangun lengkap termasuk pelabuhan dan bandara Kertih, bahkan juga fasilitas air bersih.

Namun itu hanya satu dari tiga komplek petrokimia yang dibangun Petronas. Selain Kertih, ada juga fasilitas sejenis di Gebeng, Pahang, untuk produksi antara lain metil tertiary butil eter (MTBE), n-butane, dan propilene.

Humas Petronas sedang memaparkan keseriusan BUMN Malaysia itu untuk menjadi produsen besar petrokimia di Menara Kembar Petronas, Kuala Lumpur, Jumat (26/1/2018). (ANTARA News/Risbiani Fardaniah)

Keseriusan Petronas menjadi pemain utama petrokimia di Asia Tenggara juga terlihat dari pembangunan fasilitas yang tiga kali lebih besar dari Kertih di Pengerang, Johor. Pabrik petrokimia yang memproduksi polimer dan glicol itu akan beroperasi triwulan pertama 2019.

"Target kami menjadi produsen kimia berbasis gas terbesar di Asia Tenggara, serta produsen metanol terbesar di Asia Pasifik dan empat besar di dunia," ujar CEO Petronas Chemical Derivatives Sdn Bhd dalam paparannya di hadapan Forum Pemred dan sejumlah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ikut dalam kunjungan kerja tiga hari itu.

Saat ini Petronas telah memiliki kapasitas total produksi petrokimia mencapai 12,7 juta ton per tahun yang dihasilkan dari 17 pabrik baik milik sendiri (delapan pabrik), maupun patungan (lima pabrik) dan kerja sama (empat pabrik).


Ajakan Investasi

Melihat ambisi dan keseriusan Petronas untuk menjadi pemain utama di industri petrokimia itulah, Wakil Kepala SKK Migas Sukandar tidak membuang kesempatan untuk menawarkan investasi di Indonesia.

"Kami sedang mengembangkan produksi hingga 1.100 mmscfd," ujarnya.

Ia menawarkan investasi petrokimia terintegrasi itu di Kalimantan Timur yang potensi gasnya masih berlimpah.

Namun agaknya pihak Petronas masih ingin konsentrasi untuk mengembangkan bisnis hulu-nya di Indonesia dan menjadikan Indonesia pasar produksi kimia BUMN Malaysia itu.

Setidaknya itu tersirat dari ungkapan Country Head of Petronas Carigali Indonesia, Mohamad Zaini Md Nor. "Kami ingin fokus pada pertumbuhan bisnis upstream (hulu) di Indonesia," katanya.

Karena itu, ia lebih berharap Pemerintah Indonesia melalui SKK Migas memberi kesempatan Petronas untuk menggarap ladang migas yang bagus di Jawa.

"Kalau bisa yang di Jawa," ujar Zaini yang juga President PC Muriah Ltd ketika Sukandar juga menawarkan untuk eksplorasi blok migas di Papua yang ditinggalkan ConocoPhillips.

(ki-ka) Ketua Forum Pemred Suryopratomo, Wakil Kepala SKK Migas Sukandar, dan Country Head of Petronas Carigali Indonesia M Zaini Md Noor, bertukar cenderamata, usai rangkaian kunjungan kerja ke Malaysia, Jumat (26/1/2018). (ANTARA News/Risbiani Fardaniah)

Petronas kini masih menempati posisi ke-9 dari 10 besar KKKS yang memberi kontribusi utama lifting minyak di Indonesia.

Kekurangtertarikan Petronas untuk membangun komplek petrokimia terintegrasi di Indonesia cukup beralasan mengingat sudah masuk era perdagangan bebas ASEAN.

Namun langkah dan mimpi memiliki industri petrokimia terintegrasi yang besar seperti milik Petronas itu tidak boleh terhenti, karena kita memiliki BUMN migas yang besar yaitu Pertamina, yang mungkin bisa mewujudkannya, agar tiap tahun Indonesia tidak perlu impor bahan kimia miliaran dolar untuk bahan baku industri.

Apalagi awal berdiri tahun 1974 Petronas berguru pada Pertamina yang saat itu sudah menjadi perusahaan migas besar. Jangan sampai guru terlalu jauh tertinggal dari muridnya.

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018