Jakarta (ANtara News) - Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Budi Djatmiko menilai izin penyelenggaraan perguruan tinggi asing di Tanah Air tidak tepat dan akan mengancam keberadaan perguruan tinggi yang sudah ada.

"Kami sepakat tidak menerima, karena bisa `membunuh` perguruan tinggi yang sudah ada," ujar Budi Djatmiko di Jakarta, Senin.

Hal itu dikarenakan setiap tahun, angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi setiap tahunnya hanya sekitar 30,1 persen dan tidak naik-naik.

"Jika perguruan tinggi asing diizinkan, tentu akan berebut padahal APK kita setiap tahun cuma segitunya. Saya kira ini kebijakan yang ngawur atau tidak tepat," tambah dia.

Menurut dia, yang harus dibenahi adalah perekonomian kita agar APK pendidikan tinggi semakin meningkat setiap tahunnya. Meskipun sebenarnya segmennya berbeda, yakni mahasiswa dari kalangan menengah atas.

"Orang kuliah keluar negeri, tujuannya bukan hanya perguruan tingginya saja. Tetapi ingin merasakan pengalaman di luar negeri, jadi bukan semata-mata tujuannya untuk kuliah di perguruan tinggi itu," jelas dia.

Budi mengaku khawatir jika perguruan tinggi asing diperbolehkan beroperasional, maka perguruan tinggi tingkat atas akan memangsa pasar perguruan tinggi menengah, perguruan tinggi menengah akan memangsa pasar perguruan tinggi kecil.

"Perguruan tinggi kecil yang menjadi korban, karena akan kehilangan pasar," katanya.

Kecuali jika perguruan tinggi asing itu memang diperuntukkan bagi warga negara asing yang ingin menuntut ilmu di Tanah Air bukan untuk mengambil pasar perguruan tinggi di Tanah Air.

"Menurut saya, sebaiknya pemerintah fokus pembenahan kualitas perguruan tinggi negeri (PTN). Kasih bantuan sebanyak-banyaknya untuk riset. Biarkan perguruan tinggi swasta (PTS) mencari uang sendiri dengan diperbolehkan menerima mahasiswa sebanyak-banyaknya. Tentunya tanpa mengorbankan kualitas," tambahnya.

Kemristekdikti akan membuka peluang perguruan tinggi asing untuk beroperasional di Tanah Air. Sejumlah perguruan tinggi kelas dunia menyatakan ketertarikannya untuk beroperasi di Indonesia seperti University of Cambridge, Melbourne University, Quensland, National Taiwan University, hingga sejumlah kampus di Timur Tengah menyatakan ketertarikannya.

Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan akan ada sekitar lima hingga 10 perguruan tinggi asing yang bisa beroperasi mulai pertengahan 2018.

Pewarta: Indriani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018