Jakarta (ANTARA News) - Anggota girl group Jepang, Virtual Currency Girls, tetap menolak tawaran dibayar dengan yen dan setia dengan cryptocurrency meski pencurian uang virtual senilai 530 juta dolar AS mengancam peluang mereka dibayar.

Akun cryptocurrency yang membayar sebagian dari honor band tersebut adalah salah satu yang dibekukan menyusul penangguhan perdagangan di bursa Coincheck yang berbasis di Tokyo, Jumat, setelah ada pembobolan NEM, salah satu mata uang digital paling populer di dunia.

"Manager kami menawarkan untuk membayar dengan yen, tapi kami menolak," kata Hinano Shirahama, karakter bitcoin di dalam band itu seperti dilansir Reuters.

Mengenakan kostum pelayan dan topeng pegulat yang dihiasi dengan telinga pom-pom dan simbol cryptocurrency, delapan Virtual Currency Girls adalah manifestasi musik pop atas kehebohan mata uang digital yang menerpa Jepang dan penjuru dunia lain.

Shirahama dan anggota lainnya mengatakan mereka tetap akan bersama meskipun ada rintangan. Dibentuk oleh promotor entertainment, grup tersebut baru debut bulan ini dan sudah menarik sejumlah penggemar yang signifikan.

Virtual Currency Girls, yang membawakan lagu-lagu seperti “The Moon, Cryptocurrencies and Me” hanya menerima pembayaran dalam bentuk cryptocurrency untuk penjualan tiket dan pernak-pernik di konser mereka.

Di Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan transaksi menggunakan mata uang virtual atau cryptocurrency, karena tidak memiliki landasan hukum sebagai alat pembayaran yang sah.

Sri Mulyani mengatakan transaksi menggunakan mata uang virtual ini telah dilarang oleh berbagai negara karena penuh dengan unsur spekulasi dan berpotensi merugikan masyarakat.

Selain itu, mata uang virtual ini rawan digunakan untuk transaksi ilegal, pencucian uang, dan pendanaan terorisme mengingat belum adanya otoritas yang mengatur dan mengawasi.

Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018