Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memperketat masuknya baja impor, terutama tiga produk baja, yaitu pipa, besi beton, dan baja lapis seng (bjls) melalui random verifikasi impor baja sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Direktur Industri Logam Depperin, I Putu Suryawirawan, di Jakarta, Kamis, mengatakan pihaknya sudah meminta Ditjen Bea Cukai (BC) Depkeu untuk melakukan uji random verifikasi impor ketiga jenis baja tersebut yang kebutuhannya sedang tinggi di Indonesia, menyusul pertumbuhan pembangunan infrastruktur dan gedung. "Walaupun (penerapan SNI) belum dinotifikasi ke WTO, tapi BC lakukan uji petik. Kami meminta tolong BC agar beberapa produk yang sudah dibuat SNInya dilakukan uji petik, seperti pipa, beton, dan bjls," ujar Putu. Ia mengatakan SNI merupakan salah satu perangkat yang handal untuk bisa melindungi pasar dalam negeri dari serangan baja impor yang diperkirakan kian marak seiring dengan tumbuhnya pembangunan infrastruktur, gedung, dan perumahan di dalam negeri. Diakuinya, SNI besi beton dan bjls yang dibuat pemerintah Indonesia belum selesai notifikasinya di WTO, sehingga dasar hukum BC kurang kuat. Oleh karena itulah, Depperin meminta BC melakukan verifikasi secara random impor baja yang sudah ada SNI nya di Indonesia dan tinggal menunggu notifikasi WTO. "Saat ini banyak keluhan baja yang beredar di dalam negeri di luar standar, terutama untuk besi beton dan bjls," katanya. Oleh karena itu, selain menghambat arus impor melalui SNI, pemerintah cq Deperin, lanjut Putu, secara berkesinambungan mempersiapkan industri baja di dalam negeri agar memproduksi barang sesuai SNI yang sudah dibuat. "Sekarang pertumbuhan permintaan baja di Indonesia tinggi sekali. Hambatan arus impor baja yang bisa diandalkan yang cukup handal adalah SNI, karena hambatan tarif sudah sangat rendah, " ujarnya. Menanggapi pernyataan Dirut Krakatau Steel Daenullhay mengenai banyaknya atau sekitar 30 persen industri baja yang bangkrut, Putu mengatakan harus diverifikasi dahulu di sektor baja mana yang tutup pabriknya, apakah di hulu ("iron making") atau pabrik pembuatan baja ("steel making"), atau pula "steel center" yang sifatnya hanya memotong baja. Putu tidak yakin industri baja banyak yang tutup saat ini mengingat permintaan baja sedang meningkat menyusul tumbuhnya pembangunan infrastruktur, gedung, maupun perumahan. "Bisa saja yang tutup dulunya pedagang bukan industri, kemudian membuat industri baja yang semacam steel centre, kemudian dia mereposisi usahanya. Kami harus lihat mengapa dia berubah atau tutup," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007