Jakarta (ANTARA News) - Menko Perekonomian Boediono menyatakan terjadinya krisis ekonomi hampir mirip dengan bencana alam, di mana sebenarnya indikator awalnya bisa dideteksi, namun tidak diketahui kapan terjadinya. "Terjadinya krisis mirip dengan bencana, di mana kita sebenarnya bisa mendeteksi indikator awal, tetapi kita tidak tahu kapan akan terjadi," kata Boediono di Jakarta, Jumat. Ia menyatakan hal itu ketika memberikan sambutan pada acara penandatanganan surat keputusan bersama pembentukan Forum Stabilitas Sektor Keuangan (FSSK) dan Nota Kesepakatan Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam perkuatan Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK). Menurut dia, salah satu penyebab mengapa krisis ekonomi sekitar 10 tahun lalu menjadi berat dan berkepanjangan antara lain adalah karena Indonesia tidak secara penuh mengantisipasinya. "Pengalaman saat itu harus kita jadikan pegangan di mana itu seyogyanya tidak terulang lagi. Kalaupun terjadi krisis kita sudah siap menghadapinya," katanya. Ia menyebutkan mirip dengan bencana alam seperti banjir, gempa, tsunami, dan gunung meletus, krisis akan memberikan indikator-indikator yang dapat dideteksi sejak dini. "Upaya memonitor hari per hari perkembangan di sektor keuangan apakah itu sektor perbankan, fiskal, pasar modal, dan lembaga keuangan lainnya merupakan langkah yang harus dilakukan secara terintegrasi," katanya. Menurut dia, pembentukan FSSK dan peningkatan koordinasi dan kerjasama antar berbagai instansi merupakan langkah antisipasi terhadap kemungkinan adanya krisis. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sektor keuangan memang sektor yang potensial memicu terjadinya krisis. "Sektor keuangan itu ada bank dan non bak, kalau terjadi krisis dan lainnya kan nanti ujung-ujungnya adalah beban negara di APBN," katanya. Menurut dia, batas-batas kegiatan antara bank dan non bank saat ini semakin "blur" (tidak tegas), sehingga pengaturannya harus didisain secara bersama antar instansi. FSSK dan JPSK Selain keputusan bersama BI, Depkeu, dan LPS tentang pembentukan FSSK, dalam kesempatan tersebut juga ditandatangani Nota Kesepakatan BI dan LPS dalam rangka pekuatan JPSK. Nota Kesepakatan BI dan LPS mengatur tentang koordinasi dan pertukaran informasi anatara BI dan LPS yang memuat lima aspek terkait program penjaminan dan pengawasan bank serta penanganan bank gagal. Kelima aspek tersebut meliputi pelaksanaan penjaminan simpanan, penanganan bank bermasalah, penyelesaian dan atau penanganan bank gagal, tindak lanjut bank yang dicabut izin usahanya, dan penetapan tingkat bunga yang wajar dalam rangka penetapan klaim yang layak bayar. Dengan adanya nota kesepakatan ini, diharapkan koordinasi dan pelaksanaan tugas masing-masing lembaga akan semakin efektif. Kesepakatan ini merupakan bagian dari penguatan JPSK secara menyeluruh yang sebenarnya mencakup empat elemen pokok, yaitu pengaturan dan pengawasan lembaga dan pasar keuangan, fasilitas "lender of the last resort", program penjaminan simpanan, dan manajemen krisis. Depkeu, BI, dan LPS juga telah menyusun kerangka dan prosedur JPSK yang memuat secara jelas tugas dan tanggung jawab masing-masing lembaga serta mekanisme koordinasi dalam pencegahan dan penanganan masalah keuangan. (*)

Copyright © ANTARA 2007