Homs, Suriah (ANTARA News) - Tidak mudah bagi Rabea Sahloul (43) untuk memulai kehidupan dari nol sendirian di lingkungan tempat tinggalnya yang porak-poranda di Kota Homs, sementara para tetangga dan teman yang tumbuh bersamanya tak lagi ada di sana.

Orang-orang mengatakan perasaan kesepian atau terasing muncul bukan hanya karena kehilangan rumah, tapi juga karena orang-orang yang disayangi tak lagi ada di sekeliling, seperti teman dan tetangga. Mereka memberi kehidupan rasa dan makna.

Ketika perang bermula di Homs di Suriah Tengah pada 2011, Sahloul membawa istri dan empat anaknya dan menyelamatkan diri dari permukiman di Daerah Hamidiyeh di bagian kuno Homs ke daerah yang lebih aman, meninggalkan kenangan masa kecil dan tempatnya tumbuh dalam satu rumah serta satu bengkel yang ia warisi dari ayahnya.

Selama tahun-tahun pengungsiannya, satu-satunya mimpi yang dia punya adalah kembali ke kehidupannya bersama istri dan anak-anaknya, tapi harapannya tidak terwujud secepat yang dia inginkan.

Empat tahun hidup di pengungsian telah berlalu sampai Sahloul bisa pulang dan untuk pertama kali melihat rumah, bengkel dan lingkungan tempat tinggalnya.

Tiba di kiosnya di Hamidiyeh, Sahloul sangat terkejut oleh besarnya kerusakan yang telah menimpa propertinya dan seluruh daerah tempat tinggalnya. Ia tak bisa menanggung kejutan dan kehancuran itu, mengatakan kesedihan membuat dia menderita sakit.

"Ketika saya pulang, saya mendapati bengkel dan rumah saya hancur total dan hangus terbakar dan itu mengguncang kehidupan saya. Gabungan kesedihan dan kejutan memberi saya diabetes," katanya kepada Xinhua.

Tapi ketika ia menyadari bahwa makin sakit dan hancur tak bisa mengembalikan hidupnya, ia menguatkan tekad untuk membangun kembali hidupnya, bahkan jika ia harus memulai sendirian, sebab ia adalah orang pertama yang pulang ke jalan di Hamidiyeh.

"Setelah berpikir dalam-dalam, saya menyadari bahwa saya harus mulai lagi sebab hidup jalan terus, jadi saya mulai bekerja sendirian saja," katanya.

Pria bertubuh tambun tersebut dengan jenggot putih dan rambut beruban bertutup kopiah itu mengatakan ia mulai datang ke daerah itu setiap hari untuk membersihkan puing dari toko dan rumahnya, yang berada di lantai pertama di atas tokonya.

Hari berganti hari dan bulan-bulan telah berlalu dan tekad lelaki itu membuat dia tetap bersemangat; ia memperbaiki rumah dan tokonya pada saat yang sama, melakukan semuanya sendirian dengan sedikit bantuan dari beberapa pekerja yang sepakat memasuki "kota hantu" itu.

Ia memperbaiki dinding-dinding bengkelnya dan membangun kembali tangga rumahnya, dan membuat pintu depan baru dari kayu. Dinding rumahnya dicat putih, bertolak-belakang dengan bagian depan bangunan yang menghitam.

Ia memerlukan waktu satu tahun-dua bulan untuk menyelesaikan pekerjaan pembangunan kembali, dan ketika rumahnya layak-huni, ia membawa pulang keluarganya. Meski begitu, ia sendirian di permukiman itu, di tengah kehancuran di sekelilingnya.

Salah satu keinginan Sahloul ialah membawa kembali kehidupan ke jalan tempat tinggalnya, sebab ia merasa sangat kesepian bersama keluarganya dan itu hampir tidak mungkin karena orang-orang tak bisa diundang untuk memulai kembali kehidupan di tengah kehancuran yang sangat luas, jadi ia berusaha mencari semacam teman.

Ia membawa bebek, ayam dan burung dara dan mereka menjadi tetangga baru yang menemaninya menghabiskan waktu.

"Gagasan ini muncul ketika saya berpikir saya perlu membawa sejenis kehidupan kembali ke jalan ini untuk memberi gambaran optimistis bagi orng yang lewat, jadi saya membawa angsa dan bebek kecil serta ayam dan mulai memelihara dan memberi mereka makan," katanya.

"Jadi ketika orang mendatangi jalan ini, mereka bisa menyaksikan perbedaan, mereka dapat menemukan kehidupan," ia menambahkan.

Sekarang orang bisa mendengar suara ayam dan bebek dari jarak beberapa meter. Semua suara tersebut memenuhi udara di daerah itu.

Tapi sebagai manusia, ia kadangkala sedih sebab bencana yang telah ia alami sangat besar dan berat untuk diatasi dengan mudah. Meski begitu, harapannya masih menjulang setiap kali ia menelan kesedihannya.

"Setiap kali semangat saya menurun, saya berpikir bahwa saya harus berpegang erat pada harapan saya dan lebih aktif dan positif dan ini membantu saya mengatasi situasi mengerikan yang saya hadapi," katanya.

Sekarang, seorang kawan Sahloul sudah kembali ke permukiman itu, seorang pria yang lebih tua yang terdorong oleh tukang kayu muda itu. Dia juga menghabiskan waktu bersamanya, dan memberi makan bebek-bebek itu, sementara Sahloul melakukan pekerjaan sederhana bagi sedikit orang yang mulai kembali ke rumah-rumah mereka yang sudah rusak.

Satu-satunya hal yang menggerakkan orang-orang ini adalah harapan, yang dalam kasus lain tampak seperti topik kuliah indah bagi orang-orang mapan yang bosan dengan kehidupan sehari-hari mereka namun menjadi inspirasi dan pengalaman penyelamat hidup bagi mereka yang kembali untuk memulai hidup di antara reruntuhan di Homs atau bagian Suriah yang lain.

Namun orang-orang ini juga membutuhkan bantuan ekstra dari pemerintah atau organisasi kemanusiaan untuk memperbaiki rumah dan permukiman mereka, karena faktanya seluruh bangunan harus dihancurkan dan dibangun kembali dari awal karena tidak bisa diperbaiki.

Di area lain, tempat pasar berada, beberapa pekerjaan restorasi juga dimulai, dengan beberapa berdatangan ke pasar yang sudah dipulihkan.

Hayat Awad, seorang pegawai kantor gubernur, mengatakan kepada Xinhua bahwa bagian kuno Homs mengalami kerusakan parah akibat keberadaan militan bersenjata, mencatat bahwa sekitar 13 permukiman di bagian kuno Homs 70 persennya hancur.

Ia menambahkan bahwa warga sipil mulai berdatangan kembali ke area itu yang 30 persennya rusak setelah pemerintah mengirim tim insinyur untuk menilai kondisi bangunan.

Air dan listrik dibawa kembali ke kota tua Homs supaya orang-orang setidaknya bisa mengakses kebutuhan hidup dasar di tempat bertahun-tahun menghadapi peperangan itu.(Uu.C003)

Pewarta: -
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018