Jakarta (ANTARA News) - Lewat "12 Strong",  Alcon Entertainment pun mengangkat latar cerita yang terbilang baru dan menjadi penyegaran bagi para penggemar film bergenre aksi perang atau militer dengan memunculkan kisah dari kejadian nyata yang dialami pasukan khusus Angkatan Darat AS, Special Forces atau Green Berets.

Bagi mereka yang memahami kisah unit-unit elite di militer AS, tentu bisa merasakan aura yang berbeda saat menonton film tersebut.

Berbeda dengan film berlatar belakang Navy SEAL yang karakternya digambarkan berwatak "bad boy" serta tidak segan menggebuk apa pun yang menghalangi misi mereka, para personel Special Forces dalam "12 Strong" lebih memiliki sikap kalem, terbuka, dan ramah untuk mengajak militan lokal untuk bekerja sama melawan Taliban.

Hal ini selaras dengan moto satuan elite yang dibentuk pada tahun 1952: "De Oppresso Liber" (Membebaskan Mereka yang Tertindas). Operasinya lebih berfokus pada upaya memenangi hati warga lokal, kemudian didayagunakan sebagai tenaga perang bersama atau mendukung kepentingan AS.

Film ini berkisah tentang sebuah tim khusus beranggotakan 12 orang dari Special Forces bernama Operational Detachment Alpha (ODA) 595 yang mengemban tugas khusus ke Afghanistan pada tahun 2001 sebagai elemen pemukul pertama yang menginjakkan kaki ke negara tersebut pascaperistiwa 9/11.

Tokoh utama dalam film ini ialah Kapten Mitch Nelson, yang dibintangi aktor Chris Hemsworth, merupakan seorang perwira dengan jenjang karier menjanjikan namun belum "combat proven" alias belum punya pengalaman tempur apa pun.

Melihat sebuah kejadian berdarah yang menimpa negaranya, dia pun segera mengajukan diri untuk diterjunkan ke garis depan meski telah mengajukan surat pensiun dan memilih berkarier di belakang meja, serta tentu meninggalkan anak dan istrinya.

Pengembangan Karakter
Mengingat karakter utama yang belum berpengalaman serta peran ODA 595 yang dituntut untuk bekerja sama dengan aset lokal, film ini menyajikan alur pengembangan yang cukup variatif, mulai dari karakter per individu, tim, hingga jalan cerita yang pada akhirnya memberikan gambaran tentang arti kepercayaan, pengorbanan, persaudaraan, dan tentu kepahlawanan.

Porsi pengembangan karakter paling dominan tentu ada pada Kapten Mitch Nelson yang menjadi tokoh utama dalam film ini meski ada juga beberapa adegan pendek yang menggambarkan perubahan karakter beberapa tokoh lain.

Ujian pertama bagi kepemimpinan Kapten Nelson datang saat dia berinisiatif untuk membatalkan surat pensiunnya dan mengajukan penerjunan kembali ke lapangan kepada atasannya.

Meski sedikit alot, berkat bantuan rekannya Hal Spencer (diperankan Michael Shannon) yang mampu meyakinkan atasannya, Nelson pun akhirnya bisa bertugas kembali ke lapangan.

Selesai dengan masalah administrasi di pusat, timnya pun berangkat ke sebuah pangkalan militer AS di A-Stan, singkatan untuk Afghanistan, yang baru saja didirikan.

Di sana, Nelson pun mengalami "intimidasi" dari komandan misinya, Kolonel Mulholland, yang diperankan oleh aktor ternama William Fichtner yang sering membintangi banyak film bertema aksi perang.

"Apa yang harus membuatku yakin dengan mengirimmu ke sana?" ujar Mulholland mempertanyakan pengalaman dan kemampuan Nelson sebagai pemimpin tim.

Dengan tenang Nelson pun menjelaskan segala perkiraan taktis mengenai proses misi untuk menyerang Taliban, tidak luput dengan perhitungan yang akurat serta opsi-opsi pendukung lain untuk menuntaskan misi dengan baik.

"Kalian adalah 12 orang pertama yang melawan balik," kata Mulholland sebagai tanda persetujuannya untuk mengirim Nelson beserta timnya, kemudian turut memberikan nama Gugus Tugas Belati atau "Task Force Dager ODA 595" sebagai sandi resmi tim tersebut dalam menjalankan misi serangan balik.

Setibanya di Afghanistan bagian Utara, ODA 595 bertemu dengan staf pusat intelijen AS atau CIA, kemudian menghubungkannya dengan pemimpin militan lokal, Jenderal Abdul Rashid Dostum, yang diperankan Navid Negahban.

Mulai dari sini, ODA 595 harus mampu menjalin hubungan baik dengan Dostum beserta anak buahnya, kemudian bersama-sama menyerang posisi Taliban yang bersembunyi di kawasan Utara Afghanistan.

Budaya lokal Afgahnistan yang menjunjung tinggi dan menghormati orang yang lebih tua mengakibatkan konflik pada awal pertemuan kedua pihak tersebut.

Dengan jelas Dostum meremehkan Nelson dan enggan menerima arahan dari kapten tim tersebut.

"Apakah kamu pernah membunuh? Lihat matanya (sambil menunjuk salah seorang rekan Nelson), itu mata pembunuh, itu juga. Dia juga memiliki mata pembunuh," kata Dostum sembari menunjuk sejumlah rekan Nelson lainnya.

"Kau mau melihatku membunuh? Maka, tunjukan aku di mana Taliban," jawab Nelson dengan nada suara tegas namun berwajah tenang.

Akting Chris dalam memerankan Kapten Nelson pun mampu menunjukkan wajah yang "lugu" namun memiliki tatapan tajam sehingga bisa meyakinkan lawan bicaranya.

Hingga puncak konflik, adegan-adegan yang menggambarkan proses menanam kepercayaan masih bisa disaksikan, ditambah dengan adegan khas dalam film perang, seperti persaudaraan dan pengorbanan, dalam tim menjadi elemen yang mampu menyentuh hati dan emosi penonton meski dibumbui beberapa adegan kekerasan yang berdarah-darah.

Terlalu Modern
Sebuah karya film yang diangkat berdasarkan kisah nyata sudah tentu dituntut untuk memasukan detail dan impresi yang sesuai dengan kejadian aslinya, seperti timeline, lokasi, dan kejadian.

Lebih lagi pada 12 Strong yang diadaptasi dari sebuah operasi militer dengan segudang detail dan perlengkapan yang rumit, dan kepiawaian sutradara beserta krunya teruji dalam menyusun daftar perlengkapan yang dikenakan para aktor.

Secara umum perlengkapan yang digunakan personel ODA 595 dalam film tersebut sudah sesuai dengan timeline kejadian yang terjadi di awal dekade 2000-an.

Film ini patut diacungi jempol atas kemampuannya menghadirkan detail perlengkapan personel yang sesuai dengan timeline, misalnya penggunaan seragam militer AS bermotif "Woodland" untuk medan hutan dan "3DCU" untuk gurun, penggunaan sorban sebagai pelindung kepala dari debu atau suhu panas dan dingin, hingga penggunaan rompi pelindung Outer Tactical Vest (OTV) yang dipakai personel ODA 595 di film tersebut.

Meski demikian, menurut penulis, ada beberapa kesalahan penggunaan perlengkapan "berlebihan" yang seharusnya belum digunakan pada masa pelaksanaan misi tersebut, antara lain, saat tim ODA 595 menaikki helikopter Chinook sebelum menuju Afghanistan, Kapten Nelson terlihat mengenakan alat komunikasi "Comtac III" yang baru jamak digunakan militer AS pada tahun 2010 hingga sekarang.

Selain itu, pada adegan saat salah seorang anak buah Kapten Nelson memanggil bantuan dari udara, terlihat dia mengenakan sarung tangan PIG FDT Glove yang baru populer 5 tahun belakangan.

Saat adegan hampir usai, terlihat pula Kapten Nelson mengenakan sepatu boots Asolo Fugitive yang juga baru banyak digunakan pasukan khusus AS sekitar 2010.

Kelebihan-kelebihan yang sejatinya merupakan kekurangan tersebut mungkin tidak terlalu digubris bagi para penonton biasa atau penyuka film genre perang umumnya. Namun, bagi mereka yang maniak militer, penampakan benda-benda itu di film berdurasi sekitar 130 menit tersebut menjadi aneh dan mengganggu keasyikan menonton.

Pewarta: Roy Rosa Bachtiar
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018