Beijing (ANTARA News) - Pasar-pasar saham utama di seluruh dunia dilanda aksi jual tajam pada Jumat, didorong oleh terjadinya kembali penjualan besar-besaran di Wall Street.

Nikkei Jepang jatuh 2,3 persen, membuat kerugian mingguannya menjadi 8,1 persen. Nikkei sekarang berada di tingkat belum terlihat sejak pertengahan Oktober. Pada Selasa (6/2), saham-saham Jepang telah mengalami kerugian poin paling tajam, dengan Nikkei anjlok 4,7 persen.

Pasar saham Hong Kong pada Jumat turun lebih dari tiga persen, menempatkannya di jalur untuk menghapus keuntungan 2018.

Pada Kamis (8/2), Dow Jones dan S&P 500 mencatat penurunan 10 persen dari posisi tertinggi mereka pada penutupan, memasuki wilayah "koreksi", menurut definisi tradisional Wall Street.

Indeks Dow ditutup jatuh 4,1 persen pada Kamis (8/2), turun lebih dari 1.000 poin untuk kedua kalinya minggu ini.

Indeks-indeks utama di Eropa juga turun tajam pada Kamis (8/2), dengan FTSE-100 Inggris turun 1,5 persen, DAX-30 Jerman kehilangan 2,6 persen, sementara CAC-40 Prancis berakhir turun 2,0 persen. Pasar saham Eropa anjlok lebih lanjut pada awal perdagangan Jumat.

Penurunan tersebut mengikuti hari yang mengerikan bagi para investor di Amerika Serikat pada Senin (5/2), di mana Dow merosot 1.175 poin atau 4,6 persen. Ini adalah penurunan indeks saham-saham unggulan terbesar yang pernah terjadi dalam satu hari.

Apa yang terjadi di Wall Street menjalar ke seluruh dunia, karena Amerika Serikat adalah ekonomi terbesar di dunia dan merupakan rumah bagi pasar-pasar keuangan terbesar. Selain itu, dolar AS adalah mata uang referensi bagi investor di seluruh dunia.

Para analis mencoba untuk mencari tahu apakah ini adalah koreksi jangka pendek untuk pasar yang telah mencapai rekor tertinggi baru-baru ini, atau tanda pembalikan pasar.

Serangkaian kekhawatiran telah memicu penjualan.

Dipercaya secara luas bahwa laporan pekerjaan positif yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat lalu (2/2) menunjukkan kenaikan upah yang sangat cepat, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan kenaikan inflasi.

Salah satu kekhawatirannya adalah bahwa ekonomi yang terlalu panas akan memaksa Federal Reserve mengambil langkah lebih cepat untuk menaikkan suku bunga, imbal hasil (yield) obligasi 10-tahun AS yang dijadikan acuan melonjak ke level tertinggi empat tahun di 2,85 persen, memicu aksi jual di pasar saham global.

Cerita pada Kamis (8/2) serupa. Imbal hasil obligasi 10-tahun mencapai level tertinggi empat tahun dan pasar ekuitas merosot.

Bruno Braizinha, analis suku bunga AS dan alokasi aset global di Societe Generale, mengatakan bahwa aksi jual baru-baru ini memiliki serangkaian korban jiwa: sentimen risiko global didorong oleh ekuitas AS, ekuitas AS didorong oleh imbal hasil obligasi AS, dan imbal hasil obligasi mempengaruhi tingkat signifikan imbal hasil zona euro inti.

Apa yang terjadi sekarang adalah bahwa "seluruh dunia mencoba untuk menormalkan kebijakan, dan pasar berada dalam lingkaran umpan balik negatif di mana ia akan bereaksi dengan keras," katanya. Ia menambahkan, "bank-bank sentral global harus memberi nuansa pesan sedikit-sedikit, dan kemudian kita akan menemukan beberapa konsolidasi."

Beberapa ahli berpandangan lebih optimistis.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan secara serius. Dasar-dasar ekonomi Amerika Serikat, Eropa Barat dan Tiongkok semua ada dan semua bagus ... pemangkasan pajak (Trump) tidak akan hilang," Peter Costa, presiden Empire Executions, mengatakan, demikian Xinhua melaporkan.

(UU.A026/A011)

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018