Semarang (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Arief Hidayat enggan berkomentar mengenai desakan agar dia mundur dari jabatannya menyusul aksi sejumlah guru besar, dosen, dan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi.

"Saya enggak ada komentar," katanya, ditemui usai menghadiri penganugerahan gelar doktor honoris causa (HC) kepada Jaksa Agung M Prasetyo di Universitas Diponegoro Semarang, Kamis.

Sembari berjalan ke luar ruangan menuju mobilnya, Guru Besar Fakultas Hukum Undip Semarang itu enggan berkomentar lebih jauh, seraya menyebutkan sedang terburu-buru menuju bandara.

"Saya enggak mau Indonesia gaduh," katanya singkat, mengenai alasannya tidak mau berkomentar lebih jauh mengenai desakan mundur untuk Ketua MK yang disuarakan sejumlah kalangan akademisi.

Sementara itu, Rektor Undip Prof Yos Johan Utama mengaku tidak bisa berkomentar lebih jauh mengenai desakan mundur yang tujukan untuk salah satu profesor Undip itu.

Secara prinsip, Yos mengatakan tidak bisa berbicara sebagai pribadi mengenai persoalan itu, sebab hal-hal yang berkaitan dengan dosen di Undip harus dibicarakan di dewan profesor dan senat akademik.

"Pertimbangan-pertimbangan apa di situ, baru saya boleh ngomong. Apakah tindakan, seperti apa, dan sebagainya, baru kami lakukan. Tentu kami menunggu dari Senat Akademik dan Dewan Profesor," katanya.

Namun, Guru Besar FH Undip itu mengaku belum mengetahui rencana pembahasan persoalan yang menyangkut Arief Hidayat itu di senat akademik dan dewan profesor karena merupakan lembaga tersendiri.

"Apakah beliau-beliau dari senat akademik, khususnya Prof Sunarso (Ketua Senat Akademik Undip, red.). Apakah sudah ada surat kepada beliau, saya kurang tahu," katanya.

Akan tetapi, diakuinya, dalam jejaring aplikasi WhatsApp (WA) selama ini memang sudah banyak yang menyinggung persoalan itu, termasuk bagaimana sikap Undip, dan sebagainya.

Ia juga mengaku sebatas mendengar persoalan integritas yang dipersoalkan terhadap Arief Hidayat, seperti soal "katebelece" dan lobi, tetapi tidak tahu lebih jauh mengenai persoalan itu.

"Saya tidak bisa langsung `bla, bla, bla...`, apalagi belum melakukan pemeriksaan. Nanti dikatakan terlalu dini. Harus ada pemeriksaan, sebab saya tidak tahu apa yang terjadi di sana," katanya.

Hanya saja, Yos yang juga Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) itu berpesan kepada seluruh alumnus Undip untuk menjaga nama baik almamater, tidak hanya kepada Arief Hidayat.

Seperti diwartakan selama menjabat Ketua MK, Arief Hidayat telah dua kali dinilai melanggar kode etik, pertama dianggap membuat surat titipan (katebelece) kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" atau memberikan posisi seorang kerabatnya sehingga pada 2016 Arief Hidayat mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK.

Pelanggaran kedua, yakni melakukan pertemuan dengan sejumlah Pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta yang diduga melobi agar bisa maju sebagai calon tunggal hakim konstitusi.

Imbauan moral untuk muncul, antara lain dari 76 guru besar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dengan mengirimkan surat dan makalah sebagai lampiran, kepada sembilan hakim konstitusi dan tiga orang Dewan Etik MK.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018