Mamuju (ANTARA News) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengatakan, Sulawesi Barat sebagai provinsi tertinggi di Indonesia pada kasus perkawinan anak.

"Sulawesi Barat merupakan provinsi tertinggi pertama di Indonesia dengan angka perkawinan anak," kata Yohana Yembise pada Kampanye Pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, Kamis sore.

Selain melakukan Kampanye Pencegahan Perkawinan Anak, Yohana Yembise yang didampingi Deputi Bidang Tumbuh Kembang Kementerian PPA Anak Leny Nurhayanti Rosalin juga melakukan pencanangan Sekolah Ramah Anak di Madrasah Tsanawiyah Negeri Binanga Kabupaten Mamuju.

Kemudian, keesokan harinya atau pada Jumat (13/4) Menteri PPA akan meluncurkan Sulbar Menuju Provinsi Layak Anak.

"Saya juga kaget mengapa Sulbar dengan jumlah penduduk yang hanya berkisar satu juta jiwa sementara Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk diperkirakan mencapai 46 juta jiwa dan Jawa Timur dengan sekitar 36 juta jiwa bisa tertinggi dalam kasus perkawinan anak," ucapnya.

"Ini harus dikaji kembali dan melihat indikator-indikatornya sebab daerah lain yang jumlah penduduknya jauh lebih besar tetapi Provinsi Sulbar dengan jumlah penduduk hanya sekitar satu juta namun angka perkawinan anaknya tertinggi. Ini juga menjadi cacatan untuk masyarakat di Sulbar agar mengubah pola pikir dengan memberikan kesempatan kepada anak-anak berkembang dengan mengikuti pendidikan," jelas Yohana Yembise.

Ia menjelaskan, berdasarkan "Convension on the Right of the Child" atau konvensi tentang hak-hak anak yang sudah diratifikasi oleh presiden berdasarkan surat keputusan melalui konvensi hak anak, hak anak adalah bersekolah dari 0-18 tahun.

"Jadi, kalau kita menikahkan berarti kita tidak menghargai hak anak dan tumbuh kembang anak. Kita harus menghargai dan mendukung konvensi PBB dan itu telah dilakukan di semua negara di seluruh dunia termasuk di Indonesia," kata Yohana Yembise.

Kementerian PPPA lanjut Yohana Yembise, saat ini tengah berjuang merevisi Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, terutama pasal yang mengatur batas usia perkawinan, yakni batas minimal usia perkawinan perempuan 16 tahun dan laki-laki 19 tahun.

Ia juga mengaku telah bertemu dengan Menteri Agama untuk mendukung upaya menyelamatkan anak-anak dari perkawinan apakah melalui revisi Undang-undang Perkawinan atau Perppu.

"Apalagi, setelah adanya kongres ulama-ulama perempuan yang diikuti 500 peserta, juga sepakat stop perkawinan anak. Yang kami lakukan ini adalah untuk menyelamatkan anak-anak sebab masa depan bangsa dan negara ada di tangan anak-anak," terangnya.

"Jadi, pemerintah dan masyarakat harus membangun komitmen bahwa ini investasi. Urusan perempuan dan anak adalah urusan wajib daerah yang harus dilakukan oleh semua pimpinan di daerah mulai gubernur sampai bupati/wali kota serta semua OPD termasuk tokoh adat dan tokah agama," jelas Yohana Yembise.

Pewarta: Amirullah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018