Jakarta, (ANTARA News) - Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini menyatakan bahwa FPKS mendukung pembentukan Panitia Khusus Hak Angket DPR tentang Tenaga Kerja Asing (TKA), untuk menginvestigasi kebenaran dan memanggil pihak-pihak mengenai kabar banyak TKA unskill dan melanggar hukum di Indonesia.

"Jangan sampai isu ini bergulir tanpa kepastian, sehingga kami setuju dengan sikap Fraksi Gerindra untuk pembentukan Pansus TKA dan hari ini saya akan tanda tangan dukungan," kata Jazuli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

Jazuli mengatakan sebenarnya FPKS DPR RI dalam Rapat Pleno internal pada pekan lalu sepakat membentuk Tim Gabungan yang terdiri dari Kelompok Fraksi (Poksi) IX, Poksi VI, Poksi III, dan Poksi II untuk menginvestigasi dan mengkaji informasi terkait TKA.

Karena itu dia menilai rencana pembentukan Pansus TKA sejalan dengan semangat FPKS untuk menginvestigasi permasalahan TKA sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang jelas terkait persoalan tersebut.

"Sesungguhnya informasi terkait TKA itu seperti apa, apakah hanya isu dan di lapangan tidak ada? Karena itu pembentukan Pansus pas untuk investigasi untuk memanggil berbagai pihak. Dan kalau isu itu tidak benar maka pemerintah diuntungkan," ujarnya.

Menurut Jazuli, masyarakat dan pemerintah harus memahami bahwa pembentukan Pansus merupakan kewajiban dan hak parlemen sebagai langkah pengawasan pada kebijakan pemerintah.

Jazuli mengingatkan pemerintah harus punya prioritas dalam mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran sehingga jangan sampai kebijakannya dikendalikan pihak asing.

"Rakyat masih banyak yang tidak bekerja, kelaparan dan kesusahan namun orang asing malah diberikan kemudahan. Pembangunan infrastruktur yang sedang dilaksanakan harus mengurangi kemiskinan dan pengangguran," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengusulkan pembentukan Pansus Hak Angket DPR tentang TKA karena menduga keputusan pemerintah terkait dengan TKA tersebut telah melanggar UU sehingga level pengawasannya, bukan hanya hak bertanya biasa atau interpelasi.

Kalau hak bertanya, kata dia, adalah hak individual anggota, hak interpelasi adalah hak pertanyaan tertulis lembaga tetapi karena diduga ini levelnya adalah pelanggaran undang-undang. Oleh karena itu, pansus angket diperlukan untuk menginvestigasi kebijakan.

"Dalam interpelasi, dia tidak ada investigasi, kunjungan lapangan, tidak ada pemanggilan, hanya bertanya melalui paripurna dan dijawab melalui paripurna," kata Fahri.

Langkah tersebut, menurut dia, diperlukan karena pengiriman TKA tanpa prosedur itu telah terjadi sebelum dan setelah perpres itu dibuat.

Sementara itu, Sekjen Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) Herry Sudarmanto mengatakan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) justru bentuk kepastian hukum untuk sisi pekerja, pemberi kerja, hingga pengawasan.

"Perpres ini justru memberi kejelasan hukum dari sisi pekerja. Kalau dahulu dengan visa bisnis pekerja asing bisa dipindah ke visa kerja, sekarang sejak awal mereka masuk untuk bekerja, ya, harus menggunakan visa kerja tidak bisa lagi hanya pakai visa bisnis," kata Sekjen kepada Antara di Jakarta, Selasa (17/4).

Persyaratan untuk mendapatkan visa kerja, lanjut dia, juga dipertegas. Pemberi kerja harus berbadan hukum, calon TKA harus memiliki ijazah dengan latar belakang pendidikan yang memang sesuai dengan jabatan yang akan diisi di perusahaan Indonesia.

Selain itu, dia mengatakan bahwa calon TKA juga harus memiliki sertifikat kompetensi, ditambah perusahaan pemberi kerja wajib menyediakan fasilitas pelatihan bahasa Indonesia.

Dengan kebijakan terkait syarat keimigrasian tersebut, menurut dia, justru pemerintah ingin mempertegas kepastian hukumnya, baik untuk calon pekerja, pemberi kerja, maupun pemerintah sebagai pengawas.

Baca juga: Fadli yakin Pansus TKA segera terwujud
Baca juga: Yusril membantu KSPI uji materi Perpres TKA ke MA
Baca juga: SBY minta pemerintah jelaskan isu serbuan TKA
Baca juga: DPR minta pemerintah jelaskan Perpres soal tenaga kerja asing

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018