Padang (ANTARA News) - Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Sumatera Barat Dr Silfia Hanani menilai aturan larangan menikah di bawah umur perlu dipertegas agar kasus tersebut tidak terus terjadi.

"Salah satu yang bisa di lakukan untuk Sumbar adalah membuat aturan di tingkat nagari," kata dia di Padang, Rabu.

Menurutnya fenomena perkawinan di bawah umur banyak terjadi di kalangan akar rumput dan jika dilakukan berdampak pada hak dan tingkat kesejahteraan anak.

"Oleh sebab itu jajaran pemerintahan mulai dari yang terendah harus punya kebijakan untuk melindungi dan menyejahterakan anak mengingat mereka adalah aset masa depan yang harus mendapatkan perhatian sejak dini," kata dia.

Ia mengatakan dengan adanya pemerintah berbasis adat dapat menjadi model upaya pencegahan perkawinan anak.

"Yang perlu dilakukan adalah memperkuat peran dari setiap elit adat serta bundo kanduang," katanya.

Dari sisi regulasi pemerintah ia juga melihat perlu lebih dipertegas agar fenomena ini tidak terus terjadi.

Sebelumnya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengingatkan menikah pada usia yang sangat muda dapat meningkatkan resiko penyakit kanker serviks atau leher rahim.

"Menikah pada usia yang terlalu muda dapat menyebabkan kanker leher rahim," kata Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty.

Peningkatan resiko itu disebabkan sel-sel mukosa pada serviks seorang perempuan yang berusia di bawah 16 tahun belum matang.

Untuk itu, ia mengajak kaum muda untuk menghindari pernikahan dini.

"Idealnya usia menikah bagi wanita adalah 21 tahun dan 25 tahun untuk pria," katanya.

Baca juga: Hak yang terenggut akibat pernikahan anak

Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018