Kandahar (ANTARA News) - Taliban Afganistan mengatakan telah membunuh dua sandera asal Jerman, Sabtu, di saat presiden Korea Selatan (Koresel) mendesak kelompok militan itu untuk membebaskan 18 warga Korsel yang pekan ini diculik. Seorang jurubicara Taliban mengemukakan pihaknya telah menuntut agar kedua negara itu menarik tentara mereka keluar Afganistan, di mana Pasukan Jerman di bawah kendali Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan pasukan Korsel di bawah komando Amerika Serikat. Jurubicara tersebut, Yousuf Ahmadi, lewat telefon, mengatakan Taliban menyambut baik keputusan Korsel pada Sabtu yang menarik pasukannya akhir tahun ini. "Kami nanti akan memutuskan nasib para warga Korsel itu," lalu mengatakan "Tetapi kami menyambut baik keputusan pemerintah mereka untuk keluar dari negara kami. Saya berharap masalah (penyanderaan) mereka akan diselesaikan secara damai." Pagi ini, Taliban melalui jurubicaranya memberikan dua batas waktu yang pendek dan mengancam akan menghabisi sandera Jerman jika mereka tidak dihubungi pemerintah Jerman maupun Afganistan. Dia kemudian mengumumkan dua sandera itu dieksekusi namun kebenaran pernyataan itu belum dapat dicek. "Kami menghukum mati salah satu warga Jerman dan akan membunuh yang satu lagi, kecuali pemerintah Jerman atau pemerintah Afghanistan menghubungi kami untuk berunding,"kata dia setelah lewatnya batas waktu selepas tengah hari waktu setempat (0730 waktu Greenwich). Dia menambahkan bahwa sandera tersebut dibunuh dengan satu tembakan. Batas waktu kedua pun dilewati satu jam kemudian, dan dia menelefon untuk mengatakan : "Karena pemerintah tidak menghubungi kami, kami membunuh sandera Jerman yang kedua pada pukul 13:10." Jurubicara pemberontak itu tidak menawarkan bukti eksekusi kecuali mengatakan, Taliban akan memikirkan cara untuk menyerahkan mayat-mayat itu kepada pemerintah Jerman atau Afganistan "jika mereka memintanya," lalu menambahkan: "Jika tidak, akan kami buang saja." Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan mereka "sangat serius" terhadap klaim Taliban, namun belum ada penegasan yang independen, demikian AFP.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007