Ende, NTT (ANTARA News) - Ribuan warga memadati Pelabuhan Soekarno di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kamis, merayakan parade secara simbolik kedatangan presiden pertama Indonesia, Soekarno, ketika memulai masa pengasingan di Ende, Pulau Flores.

Pantauan Antara, parade digelar berupa perarakan kapal KRI Teluk Ende-517 yang memuat plakat lambang Garuda Pancasila dan Bendera Merah Putih dari Pulau Ende menuju Pelabuhan Soekarno.

Parade kapal yang diiringi ratusan perahu dan kapal motor kecil itu disambut meriah ribuan warga yang menunggu di Pelabuhan Soekarno dengan sejumlah seremoni penerimaan bernuansa budaya tradisional masyarakat setempat.

Penjabat Bupati Ende Obaldus Toda di sela kegiatan parade itu mengatakan, parade laut sebagai simbolisasi kedatangan Soekarno menegaskan kembali bahwa Ende merupakan bagian dari identitas diri negara Indonesia.

"Karena dari Tanah Ende ini lahirlah Pancasila yang diprakarsai Soekarno lewat refleksinya yang mendalam selama menjalani masa pengasingannya di Ende," katanya.

Menurutnya, kegiatan ini juga memberikan pesan dan ajakan kepada seluruh elemen bangsa agar tetap menjaga dan mempertahankan Pancasila sebagai ideologi bangsa yang telah menyatukan beranekaragam suku dan budaya bangsa Indonesia.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTT Marius Ardu Jelamu, mengemukakan parade laut digelar sebagai simbolisasi perjalanan Soekarno menumpangi kapal Jan van Riebeeck milik pemerintah Hindia Belanda dari Batavia (Jakarta) menuju Ende kala itu untuk menjalani massa pengasingan dari tahun 1934-1938.

Pemerintah Kabupaten Ende lanjutnya, didukung pemerintah provinsi dan pusat mengemas momentum bersejarah itu melalui kegiatan parade kapal laut untuk menunjukkan ke pentas dunia bahwa Soekarno sebagai tokoh bangsa pencetus ideologi Pancasila yang selalu menginspirasi setiap anak bangsa.

"Untuk itulah dalam kegiatan pariwisata ini menonjolkan nilai-nilai kebangsaan, tentang nasionalis, keanekaragaman suku dan budaya, serta semangat persatuan dan kesatuan di masyarakat," katanya.
 

Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018