Jakarta (ANTARA News) - Ijin Ketua Mahkamah Agung (MA) yang harus didapatkan oleh hakim karir untuk maju sebagai calon hakim agung dinilai menggangu proses seleksi calon hakim agung. Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Eva Kusuma Sundari, pada acara diskusi evaluasi seleksi calon hakim agung di Jakarta, Rabu, mengatakan MA seharusnya bersikap legowo dengan tidak menghalangi hak hakim karir untuk maju sebagai calon hakim agung. "Yang saya lihat, ijin MA itu sesuatu yang mengganggu," ujarnya. Apalagi, lanjut dia, MA memilih hakim karir yang diajukan sebagai calon hakim agung tanpa kriteria dan ukuran yang jelas. Pendapat Eva itu mendapat tanggapan yang senada dari Ketua KY, Busyro Muqoddas. Busyro mengatakan, MA menyerahkan nama calon hakim agung kepada KY tanpa menyertakan jejak rekam mereka. Padahal, lanjut dia, MA adalah yang paling layak memiliki jejak rekam hakim karir. "KY ini lembaga baru. Kami juga memiliki keterbatasan untuk menyusun jejak rekam para hakim. Seharusnya, MA yang lebih berwenang untuk memiliki jejak rekam itu," tuturnya. Pemilihan nama calon hakim agung yang dilakukan oleh MA, menurut Busyro, juga lebih pada ukuran kepangkatan atau jabatan dibanding kualitas dan integritas para calon. "Jangan-jangan seleksinya memakai ukuran jenjang karir, urut kacang sesuai dengan jabatan," ujarnya. Menurut Busyro, mekanisme seleksi yang mengedepankan ukuran jabatan itu menjadi keluhan tersendiri dari hakim-hakim di daerah. MA memberlakukan ketentuan bahwa hakim karir yang diajukan sebagai calon hakim agung harus melalui seleksi oleh MA. Menurut MA, ketentuan itu diberlakukan agar tidak merusak sistem pembinaan dan kaderisasi hakim yang dilakukan oleh internal MA. Untuk seleksi calon hakim agung tahap pertama dan kedua, MA menyerahkan nama calon yang sebagian besar menjabat ketua atau wakil ketua pengadilan tinggi. Namun, Zainal Abidin dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan, mekanisme pengajuan calon hakim agung yang berasal dari hakim karir oleh MA adalah hal yang wajar sebagai bentuk pembinaan MA kepada hakim di bawah. Ia justru mempertanyakan kemampuan KY untuk menilai calon yang berasal dari kalangan karir apabila hakim karir bisa langsung mendaftarkan diri ke KY. "Apakah KY sudah punya cukup data dan informasi terkait hakim-hakim karir yang mendaftar langsung ke KY?" ujarnya. Diskusi yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW) itu dimaksudkan untuk mengevaluasi proses seleksi calon hakim agung yang telah diselenggarakan oleh KY serta uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh Komisi III DPR. Butuh waktu hampir dua tahun bagi KY untuk menemukan enam hakim agung yang baru. Sedangkan pada 2008, terdapat 11 hakim agung yang memasuki masa pensiun, termasuk Ketua MA Bagir Manan. Untuk itu, KY harus kembali menggelar seleksi hakim agung pada 2008 untuk mencari 11 calon hakim agung yang baru.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007