Jakarta (ANTARA news) - Lima terdakwa kasus terorisme dan pembunuhan di Poso, Sulawesi Tengah, dijatuhi hukuman delapan tahun penjara setelah terbukti bersalah turut serta dalam kasus terorisme dan penyembunyian mayat. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis, Majelis Hakim membacakan uraian fakta dan analisis yuridis terhadap dakwaan yang dituduhkan terhadap Arnoval Mencana alias Opan (25), Bambang Tontou alias Bambang (23), Jonathan Tamsur alias Nathan (23), Dedy Dorus Serpianus Tempali alias Dedi (25) dan Roni Sepriyanto Rantedago Parusu alias Oni (18) yang sebelumnya dituntut pidana 15 tahun penjara. Dalam putusan itu, Majelis Hakim yang diketuai Syafrullah Sumar menguraikan pembuktian unsur dakwaan kesatu primer yaitu pasal 6 Perpu No 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme jo UU No 15/2003 jo pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHPidana dan dakwaan kedua yaitu pasal 181 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana tentang penyembunyian mayat. Arnoval dan kawan-kawan diajukan ke persidangan dengan ancaman pidana mati dalam kasus terorisme, pembunuhan, kekerasan dan penyembunyian mayat yang terjadi pada Sabtu, 23 September 2006 pukul 23.30 WITA di Jalan Trans Sulawesi, Dusun Ponggee, Desa Poleganyara, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Peristiwa itu diawali dari penghentian kendaraan pick-up pembawa ikan yang dikendarai Arham Badaruddin (40) dan kernetnya, Wandi (25 yang berbuntut pemukulan dan penganiayaan terhadap Arham dan Wandi oleh sejumlah pemuda. Penganiayaan itu menyebabkan kedua korban meninggal dunia. Lima terdakwa itu mengetahui peristiwa pemukulan tersebut dan ikut serta dalam penguburan mayat kedua korban di Gunung Tambaro, yang dimaksudkan menyembunyikan keberadaan kedua mayat. Perbuatan Arnoval dan kawan-kawan dan Harpri dan kawan-kawan (telah dipidana 12 hingga 14 tahun) dan digolongkan sebagai suatu kesengajaan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror pada masyarakat secara meluas dan juga terbukti berperan sebagai orang yang menyuruh, melakukan atau turut melakukan dalam membawa lari, menguburkan dan menyembunyikan mayat. Dalam penjatuhan vonis itu, Hakim mempertimbangkan usia para terdakwa yang masih muda, belum pernah dipidana serta pengakuan dan penyesalan yang diungkapkan di persidangan sebagai hal-hal yang meringankan. Namun, Majelis Hakim juga menilai adanya hal-hal yang memberatkan yaitu perbuatan terdakwa merupakan pidana terorisme yang sedang diperangi oleh seluruh pihak baik secara nasional maupun internasional. Menanggapi vonis itu, baik Jaksa Penuntut Umum Totok Bambang maupun kuasa hukum terdakwa, Elvis DJ menyatakan masih akan mempertimbangkan untuk menerima atau menyatakan banding. Terdakwa Arnoval ditahan sejak 13 Oktober 2006, dan saat ini mendekam di Rutan Polda Metro Jaya. Ditemui usai sidang, Elvis DJ mengatakan pihaknya akan melakukan koordinasi untuk mengkaji putusan hakim terkait dugaan penerapan pasal terorisme yang dinilai kurang tepat diberlakukan terhadap kliennya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007