Lombok Timur, (ANTARA News) - Sekelompok perempuan tertidur pulas dengan bungkusan selimut tebal. Mereka berjejer di bawah tenda terpal di halaman rumah tanpa menghiraukan dinginnya udara malam yang mencapai 15 derajat celcius.

Para perempuan itu adalah warga Desa Sembalun Bumbung, Kabupaten Lombok Timur. Mereka korban gempa bumi berkekuatan 6,4 pada Skala Richter (SR) yang mengguncang Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, NTB, Minggu (29/7), pukul 06.47 Wita.

Hampir seluruh halaman rumah warga desa yang terletak di kaki Gunung Rinjani itu dipenuhi tenda. Mereka memilih tidur di luar karena masih trauma dengan guncangan gempa dahsyat yang merobohkan tembok rumah.

Bahkan ada beberapa kepala keluarga yang memilih membangun tenda darurat secara mandiri di tengah sawahnya. Pasalnya, kondisi retakan tembok rumahnya tergolong parah, sehingga sewaktu-waktu bisa roboh.

Apalagi, gempa susulan masih sering melanda wilayah Sembalun dan sekitarnya. Kejadian tersebut semakin menambah rasa khawatir warga jika tidur di dalam bangunan yang sudah dalam kondisi tidak layak ditempati.

Dingin pada malam hari sangat dirasakan, meskipun sudah pakai selimut tebal. Tapi mau bagaimana lagi. Lebih baik menyelamatkan diri sebelum terjadi apa-apa," tutur Risnun (40), warga Desa Sembalun Bumbung.

Suami dari Hadijah (38) ini, menceritakan bagaimana kepanikannya saat gempa bumi terjadi. Ketika itu isterinya bersiap memasak nasi di dapur untuk sarapan keluarga. Namun begitu guncangan hebat terasa, sontak ia berteriak meminta isteri dan anaknya keluar rumah.

Setelah situasi dirasa sedikit reda, pria yang sehari-hari berjualan stroberi ini kemudian mengecek kondisi rumahnya. Dilihatnya sebagian tembok roboh dan ada yang mengalami retakan cukup parah.

Rumah dalam kondisi seperti itu tidak memungkinkan dari sisi keselamatan untuk ditempati. Akhirnya, hamparan sawah menjadi tempat membangun tenda darurat untuk melewatkan malam bersama seluruh anggota keluarga pascagempa bumi besar.

Pada malam berikutnya, Risnun memilih membangun tenda dari terpal di halaman rumah. Isterinya juga membuat dapur darurat di sekitar tenda agar bisa memberikan sedikit rasa hangat dari api tungku kepada seluruh anggota keluarga pada malam hari.

Situasi hampir sama juga harus dirasakan Dwi Maida Suparina. Bidan kelompok kerja yang sehari-hari bertugas di Puskesmas Sembalun ini, harus rela tidur bersama suami dan dua anaknya di bawah tenda yang dibangun di lapangan.

Suhu yang sangat dingin juga tetap dirasakan meskipun sudah menggunakan selimut tebal. Namun semua itu harus dilalui karena rumah tidak memungkinkan ditempati selama gempa susulan masih sering terjadi.

Tidur di dalam tenda ditemani suhu dingin pada malam hari juga dirasakan oleh seluruh warga terdampak di Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, dan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB menerima laporan sementara sebanyak 17 orang meninggal dunia akibat gempa bumi. Termasuk di antaranya satu warga Malaysia, dan satu warga Makassar, Sulawesi Selatan.

Selain korban meninggal dunia, bencana alam tersebut juga menyebabkan ratusan orang mengalami luka berat dan ringan. Seluruhnya tersebar di Kecamatan Sambelia, dan Sembalun di Kabupaten Lombok Timur, serta di Kabupaten Lombok Utara.


Gempa Susulan

Hingga Selasa (31/7), guncangan gempa bumi susulan masih dirasakan oleh warga Kecamatan Sembalun dan sekitarnya, meskipun relatif kecil dan jangka waktu yang tidak terlalu lama.

Informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) jumlah gempa bumi susulan yang terjadi di Pulau Lombok, sejak Minggu (29/7) hingga Selasa, pukul 12.00 Wita, mencapai 348 kejadian dengan magnitudo terbesar 5,7 SR.

Gempa bumi tersebut merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrust). Gempa bumi tersebut dipicu deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault).

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati meminta masyarakat, khususnya di Pulau Lombok, untuk waspada terhadap ancaman gempa bumi susulan, meskipun dengan intensitas dan magnitudo yang kecil.

Masyarakat juga diminta untuk tidak mempercayai berita bohong (hoax) yang menyebar pascagempa Lombok berkekuatan 6,4 SR pada Minggu (29/7). Pasalnya, gempa susulan tidak bisa diperkirakan kapan akan berakhir.

Selain itu, masyarakat juga diminta untuk tidak berada di lokasi rawan, seperti dekat bangunan rusak, kawasan tebing curam yang berpotensi longsor ketika terjadin gempa bumi susulan.

Kepala Stasiun Geofisika Mataram Agus Riyanto menambahkan gempa bumi susulan bukan prediksi atau ramalan. Tapi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Bila terjadi gempa bumi utama akan selalui diikuti oleh gempa-gempa bumi susulan.

Oleh sebab itu, pihaknya sudah membentuk tiga tim survei gempa yang ditempatkan di Pos Gempa Bayan, Sembalun, dan Sambelia.

Tim itu terus memonitor aktivitas gempa susulan dengan tujuan semata-mata untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada warga NTB.



Bantu Perbaikan

Gempa bumi yang menyebabkan rusaknya rumah penduduk dan infrastruktur lainnya tentu harus segera ditangani. Dengan demikian, kehidupan sosial dan ekonomi warga terdampak di empat kabupaten bisa normal kembali.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan kepastian akan memberikan bantuan masing-masing senilai Rp50 juta untuk perbaikan rumah rusak berat.

Kepastian tersebut disampaikan Jokowi kepada Gubernur NTB, usai meresmikan Bendungan Tanju, Kecamatan Manggelewa, Kabupaten Dompu, Senin (30/7).

Kepala Negara juga berkeinginan sama dengan korban gempa bumi yang ingin secepatnya kembali ke rumah tanpa ada rasa takut melihat retakan tembok yang bisa membahayakan keselamatan jiwa.

Data sementara yang diperoleh dari BPBD NTB, jumlah rumah rusak berat sebanyak 2.301 unit, rusak sedang 596 unit dan rusak ringan sebanyak 2.551 rumah.

Seluruh rumah penduduk yang rusak tersebar di Kecamatan Sembalun dan Sambelia di Kabupaten Lombok Timur. Sedangkan di Kabupaten Lombok Utara, tersebat di Kecamatan Bayan, Kayangan, Gangga, Tanjung, dan Pemenang.

Kerusakan rumah penduduk akibat gempa bumi juga dilaporkan ada di Kecamatan Kuripan, dan Gunung Sari, di Kabupaten Lombok Barat. Ada juga di Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat.

Baca juga: Tenaga kesehatan selamatkan sembilan persalinan korban gempa

Baca juga: Anak korban gempa Lombok ingin segera sekolah

Baca juga: Korban gempa Lombok membutuhkan penanganan penyembuhan trauma

Pewarta: Awaludin
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018