Pati (ANTARA News) - Sekitar 200 warga Desa Dukuhseti, Pati, Jawa Tengah, Kamis, (8/1) melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Pati di Jalan Wahidin menuntut proses hukum terkait kasus dugaan kekerasan fisik dan seksual yang dialami sejumlah siswa SMK Telkom Terpadu AKN Marzuki Selumpung, Kecamatan Dukuhseti.

Sebelum menuju gedung Dewan, ratusan peserta demo yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Antikekerasan Dukuhseti (AMAKD) memulai aksinya di Polres Pati sekitar pukul 09.00 WIB.

Wakapolres Pati, Kompol Carto Nuryanto yang menemui perwakilan peserta aksi mengatakan, pihaknya belum dapat melakukan tindakan atas kasus dugaan kekerasan dan seksual mengingat belum menerima pelimpahan dari Mabes Polri.

Prosedur pelimpahan penanganan kasus tersebut juga harus sesuai prosedur, yakni dilimpahkan ke Polda, Polwil, dan Polres.

Setelah melakukan aksi di Polres, ratusan pengunjukrasa melanjutkan aksinya di Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Pati di Jalan Panglima Sudirman.

Hanya saja tuntutan pendemo meminta pihak Disdik mengambil alih proses kegiatan belajar mengajar siswa SMK Telkom Terpadu AKN Marzuki belum mendapatka njawaban yang memuaskan.

Padahal, sejak beberapa pekan di sekolah tersebut tidak ada kegiatan belajar mengajar tanpa ada kepastian bagi siswa kapan akan masuk kembali.

"Kami akan menindaklanjuti informasi ini, mengingat pengambilan keputusan harus sesuai prosedur yang ada," kata Kepala Disdik Pati Sarpan melalui Kasubdin Dikdasmen (Pendidikan Dasar Menengah) Bambang Santoso yang menerima perwakilan peserta demo.

Kurang puas dengan jawaban tersebut, pendemo kembali menggelar aksi di depan Gedung DPRD Pati di Jalan Wahidin.

"Nasihin bukan kiai, tetapi pendusta," teriak orator ketika menggelar orasi di depan Gedung DPRD Pati.

Pendemo menuntut penegak hukum segera memproses kasus asusila dan tindak kekerasan tersebut dengan adil.

"Masyarakat jangan terkecoh dengan pakaian serba putih layaknya seorang kiai. Pondok pesantren AKN Marzuki adalah ponpes berkedok pendidikan dengan melakukan pelecehan seksual," teriak orator diikuti peserta demo lain dengan melontarkan sejumlah kata cacian.

Sementara itu, sejumlah perwakilan pendemo yang berdialog dengan sejumlah anggota DPRD mengungkapkan, sejumlah kejadian yang menyudutkan kiai Nasihin Marzuki pendiri SMK Telkom Terpadu AKN Marzuki.

"Selain terjadi kasus pelecehan seksual, semua guru dicuci otaknya dengan sejumlah masukan-masukan yang dinilai tidak wajar pada pukul 08.00 WIB atau siang hari, bahkan ada pada sore hari," kata perwakilan pendemo Latif yang juga mantan guru di sekolah AKN Marzuki.

Ancaman tidak hanya diterima murid dan sejumlah guru, bahkan dirinya yang juga pernah menjabat sebagai kepala sekolah di sekolah juga mendapat ancaman serupa terkait sejumlah kasus yang ada.

Tindakan pelecehan seksual yang terjadi di institusi pendidikan tersebut juga dituduhkan kepada para guru yang tidak pernah melakukan hal keji itu. "Kami memohon anggota dewan untuk menindaklanjuti kasus ini dengan mengirim surat secara resmi ke Mabes Polri," ungkapnya di hadapan sejumlah anggota dewan yang terdiri dari Anggota Komisi A, D, dan C DPRD Pati.

Menanggapi permintaan itu, Ketua Komisi D DPRD Pati Muhammadun mengatakan, persoalan memberikan surat resmi keluar merupakan porsi ketua dewan. "Sebagai wakil rakyat, kami mendesak lembaga terkait untuk memproses kasus ini," ujarnya.

"Pada forum ini, secara resmi kami mendukung dan mendesak lembaga terkait melanjutkan proses hukum kasus dugaan kekerasan dan pelecehan," tegasnya.

Apalagi, kasus tersebut menyangkut nasib kelanjutan sekolah para korban dan siswa lainnya. "Untuk melanjutkan ke sekolah lain, tentu bukan pekerjaan mudah mengingat sekolah serupa seperti SMKN Telkom tidak banyak," katanya.

Untuk menyelesaikan nasib para siswanya, kata dia, perlu dihadirkan pula pihak dari Dinas Pendidikan. "Terlebih lagi, hingga kini Disdik juga belum ada kejelasan sikap," ujarnya.

Kasus tersebut mencuat setelah sekitar lima mantan siswa dan satu orang mantan guru yang dikeluarkan dari sekolah tersebut mengadu, karena alasan pengeluaran murid dan guru dituduh melakukan tindakan sodomi, mengkonsumsi narkoba, dan melakukan perencanaan meracuni pendiri Yayasan Baitul Hazin KH Ahmad Khoirun Nasihin Marzuqi. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009