Jakarta (ANTARA News) - Nama Setya Novanto masih disebut-sebut dalam kasus hukum. Kali ini mantan ketua DPR itu mengetahui mengenai pemberian komisi terkait pengurusan anggaran di Badan Keamanan yang melibatkan anggota DPR dari fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi.

"Iya, setelah pertemuan (di Hotel) Fairmont, Pak Fahmi (Darmawansyah) memberitahukan soal uang enam persen sudah dikasih ke Ali Habsyi, terus Fayakhun kecewa dan mengajak kami ke kediaman Setya Novanto," kata staf operasional PT Merial Esa, M Adami Okta, di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin.

Okta menjadi saksi untuk terdakwa anggota Komisi I DPR non-aktif, Fayakhun Andriadi, yang didakwa menerima suap 911.480 dolar AS dari Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah, untuk pengadan satelit moniotring dan wahana udara tanpa awak hasil pengadaan memakai APBN Perubahan 2016.

Darmawansyah adalah direktur PT Merial Esa dan Ali Habsyi alias Fahmi Habsyi adalah staf khusus di Badan Keamanan Laut.

"Saat mengurus anggaran, Ali Habsy mengaku mengurus ke Komisi I, dia cerita ke Fahmi (Darmawansyah) yang mengurus anggaran itu Pak Fayakhun (Andriadi), lalu Ali Habsy mengarahkan kami ke Fayakhun memang jalurnya ke situ, tapi ternyata dispute karena Pak Fayakhun dengan Ali Habsy masing-masing mengklaim itu kerja mereka," kata Okta.

Karena perselisihan itu maka Andriadi meminta Ali Habsyi dan Darmawansyah untuk bertemu guna "meluruskan" persoalan itu.

"Waktu di Hotel Fairmont, Pak Fayakhun mengatakan ingin ketemu dengan Ali (alias Fahmi), dan Fahmi biar jelas ini kerjaan siapa sich tapi Habsyi tidak mau datang," kata Okta.

Padahal Darmawansyah telah mengeluarkan uang sebesar Rp54 miliar untuk Fahmi dan 911.480 dolar AS untuk Fayakhun untuk pengurusan anggaran.

"Di rumah Pak Setya Novanto Pak Fahmi menjelaskan kepada Pak Fayakhun dan Pak Novanto bahwa uang sudah digeser ke Ali Habsyi. Kami diminta menjelaskan langsung oleh Pak Fayakhun bahwa uang sudah dikirim ke Habsyi karena Pak Fayakhun kecewa kenapa dikasih ke Habsyi," kata Okta.

Novanto saat pertemuan itu juga menjabat sebagai ketua umum DPP Partai Golkar. Menurut Okta, uang untuk Andriadi itu dibagikan ke anggota Komisi I DPR.

"300.000 dolar Amerika Serikat diminta sudah dekat kongres munas Golkar, juga dibagi-bagi ke Komisi I DPR. Katanya petinggi sudah, 'kurcaci' belum, tapi maksudnya saya tidak tahu," kata Okta.

Pewarta: Desca Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018